Disklaimer: jika kamu merasa dibohongi oleh artikel ini, ingatlah bahwa kamu bukan orang yang bisa dibohongi.Â
Tambahan, Engkong Felix, penulis artikel ini, bukan seorang pembohong. Tapi seorang kompasianer.Â
Atau mungkin kamu pikir kata "kompasianer" itu adalah sinonim "pembohong"? Kamu salah. Kalau sinonim "admin", mungkin iya. Sekurangnya dalam soal nilai K-Rewards per unit unique view. Kalau benar begitu, arti "kompasianer" adalah "korban kebohongan". Lho, ternyata kamu bisa dibohongi, ya.
Hahaha. Acek Rudy, tergelak puas.
Tentang para penulis tanpa pikir itu, bukannya mereka tak punya pikiran. Punya banget. Hanya saja, mereka tidak menggunakannya saat menulis di Kompasiana.
Engkong tidak hendak berketiak ular dengan definisi "penulis/menulis tanpa pikir". Seribu satu definisi bisa dibuat tapi akan selalu ada orang ke-1002 yang tak setuju.
Jadi lupakan definisi tapi langsung masuk pada contoh kongkrit. Kendati memberi contoh itu pendefinisian juga. Pusing gak loe. Makanya gak usah mikir.
Langsung pada contoh, ya.
Pak Tjiptadinata dan Bu Roselina. Mereka berdua menulis dari pengalaman hidup nyata. Jadi tak perlu mikir-mikir lagi. Langsung tulis, lalu cerita mengalir sendiri.Â
Pak Tjip dan Bu Lina juga gak mikirin defisit biaya data/pulsa. Apalagi mikirin AU. Itu sudah padti sekali setahun, saat Admin K salah pencet tombol.
Pokoknya Pak Tjip dan Bu Lina itu berprinsip tlis, tulis, dan tulis saja demi komunikasi dengan kompasianer.
Susy Haryawan. Kompasianer ini juga menulis tanpa perlu mikir lagi. Dia sudah punya semua kosa kata yang diperlukan untuk nulus artikel di  luar kepala (Berarti di luar benak, bukan?). Seperti kata kata demokrat, ugal-ugalan, lucu, oposisi, Jhonny Plate, Jokowi, SBY, AHY, politik, waton sulaya, dan korupsi.  Dia tinggal ketikkan kata-kata itu dalam pola acak, maka jadilah artikel politik yang rajin masuk karantina Kompasiana.
Pebrianov. Prov. Al Pepeb, panggilan malu-malunya, sudah dari sananya menulis artikel tanpa dipikir dulu. Dia baru mikir setelah selesai menulis. Tapi dia malas mikir-ulang. Itu sebabnya dia selalu menutup artikelnya dengan kalimat "Aku sih rapopo."
Jika ada yang dipikirkan Prov. Al Pepeb, dan itu hanya dan hanya satu hal, maka itu adalah siasat mengkudeta Admin K tahun 2222. Aku sih rapopo.
Tante Vaksin. Tante tua tapi galak ini selalu menaruh pikirannya di tempat lain saat menulis artikel di Kompasiana. Itu sebabnya artikelnya hampir tidak pernah mendapat label Artikel Pilihan. "Emangnya gue pikirin?" kata Tante kita. Toh, setelah jumlah atikelnya mencapai angka 100, tanpa pikir panjang langsung dihapus semua.
Acek Rudy. Teman kita ini penulis artikel palugada, ape lu mau gue ada. Jadi otaknya itu adalah gudang artikel. Artikel tentang apapun ada di sana. Tinggal minta, langsung ada. Gak pake mikir segala.
Soal mutu artikelnya jangan tanya lagi. Gak bakalan jadi AU. Dapet label Artikel Pilihan juga karena privilese centang biru.
Satu hal, jangan mancing-mancing Acek Rudy dengan ide tulisan. Dia pasti langsung terangsang. Soalnya terangsang itu gak pake mikir, cukup perasaan.
Khrisna Pabichara. Dia sudah lama absen menulis di Kompasiana. Jadi jelas gak mikir, dong.Â
Felix Tani. Wah, Engkong gak berani ngomong soal kompasianer satu ini. Nyawa bisa macam di ujung tanduk sapi jantan kenthir kalau sampai bilang Felix Tani gak punya pikiran. Sekalipun faktanya demikian.
Itulah sejumlah kompasianer yang menulis tanpa pikir di Kompasiana. Kamu boleh tambahkan namamu kalau berani dirisak Felix Tani.
Apakah kamu merasa dibohongi Engkong Felix melalui artikel ini? Ingat, hari ini hari Minggu. Lemesin pikiranmu. Buang segala prasangka. (eFTe). Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H