Engkong Felix trenyuh membaca artikel terbaru Pak Tjiptadinata. Â "Sudah mencoba menulis sebaik mungkin, tapi pembaca sangat minim," keluh Pak Tjip.
Kalau kamu, kamu, dan kamu tak ikut trenyuh membaca keluhan Pak Tjip, berarti kamu adalah Kompasianer penulis fiksi. Sudah terbiasa dengan minim pembaca. Bahkan sudah mati rasa.
Pak Tjip sudah introspeksi. Katanya, menduga-duga, orang mungkin sudah bosan dengan tema"itu ke itu", petuah nyinyir berdasar pengalamaan pribadi, dalam kemasan gaya tulis usang.Â
Mungkin dugaan Pak Tjip itu tak sepenuhnya benar. Kompasianer milenial tua macam David Abdullah dan Guido Arisso tetap membaca artikel-artikel Pak Tjip. Terutama artikel dengan ilustrasi foto gadis cantik.
Masalah utama Pak Tjip, menurut pendapat Engkong, beliau terlalu jujur. Orang jujur akan "mati" sendiri di Kompasiana. "Mati" dalam arti artikelnya minim pembaca.Â
Kompasianer jujur itu cirinya dua. Bercerita apa adanya dan hanya membagikan artikelnya di Kompasiana.
Kalau cerita apa adanya, kemungkinan memang akan minim pembaca. Mesti tipu-tipu dikit, tapi gak bohong.Â
Misalnya kompasianer Jepe Jepe. Kemarin dia menulis pengalamannya ditolak  masuk sexshop di Perancis karena dianggap masih di bawah umur. Nah, artikelnya langsung banjir pembaca. Tapi pembaca kan tidak mikir apa yang terjadi setelah Mas Jepe dianggap cukup umur?
Contoh lain, Acek Rudy. Mengaku numerolog tapi kan sering khianat juga. Bukannya nulis numerologi, tapi kamasutra dan palugada. Yah, tipu-tipu dikitlah. Hasilnya banjir pembaca.
Contoh lain lagi, Prov. Pebrianov. Judul artikelnya selalu soal sepak bola. Begitu dibaca, eh, isinya cuma soal sepak-terjangnya mengkudeta Admin K tahun 2222. Modalnya cuma frasa "Aku sih rapopo".Â
Begitu juga, kalau jujur cuma berharap pembaca dari kalangan Kompasiana, bakalan "mati penasaran". Sejumlah kompasianer menempuh strategi pemasaran digital. Artikelnya dipasarkan lewat jaringan medsos, komunitas online, Â dan WAG. Hasilnya, jumlah lumayanlah ratusan, bahkan ada yang ribuan sampai puluhan ribu. Itu mayoritas pembacanya bukan kompasianer.
Sebagai contoh. Ada beberapa kompasianer yang artikelnya bisa meraih pembaca ribuan bahkan belasan ribu. Tapi jumlah vote di bawah lima, dan komentar di bawah tiga. Bisa dipastikan mayoritas pembacanya bukan kompasianer.
Pada akhirnya kita harus bertanya pada diri masing-masing. Mau jujur di Kompasiana atau sedikit tricky tapi gak bohong. Jadi gak dosa-dosa amatlah.
Contohnya artikel ini. Judulnya tricky, mungkin berbau clickbait, tapi kan gak bohong. Felix Tani memang sudah terkenal sebagai Kompasianer paling gak jujur, bahkan sejak ayah dan bundanya belum lahir. Membaca artikelnya bisa bikin naik pitam karena merasa dibohongi tanpa berbohong.
Engkong cuma mau mengingatkan. Sudah banyak kompasianer jujur mati karena artikelnya minim pembaca. Paling tidak mati suri. Mudah-mudahan  menjelang Pilpres 2024 nanti pada hidup lagi. (eFTe)
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H