Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Stimulan Bedah Rumah, Pelajaran dari Era Pemerintahan Soeharto

10 Januari 2022   13:16 Diperbarui: 11 Januari 2022   02:35 1685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Contoh rumah swadaya hasil program Kementerian PUPR (Foto: pu.go.id)

Program Rumah Swadaya, atau "bedah rumah" di era Pemerintahan Jokowi mengingatkan saya pada Program Pemugaran Perumahan dan Lingkungan Desa Terpadu (P2LDT) tahun 1980-an, di era Pemerintahan Soeharto.

Keduanya sangat mirip, kalau tak mau bilang serupa. Subyek targetnya keluarga miskin di pedesaan. Tujuannya meningkatkan status rumah tinggal mereka dari "tak layak huni" menjadi "layak huni". 

Ukuran layak atau tak layak huni itu bikinan pemerintah. Patokannya rumah sehat. Aliran udara lancar, biar tak pengap. Cahaya matahari bisa masuk, biar tak gelap. Pembuangan air limbah dapur lancar, biar tak bau. Lainnya standar: atap tidak bocor, lantai tak lembab, dinding tak bolong-bolong.

Jika ada bedanya, maka itu adalah, pertama, instansi pelaksana. Program P2LDT dulu dijalankan oleh Departemen Sosial, sebagai salah satu program penanggulangan kemiskinan. Sedangkan Program Rumah Swadaya kini dilaksanakan Kementerian PUPR, masih sebagai bagian dari langkah penanggulangan dampak kemiskinan.

Lalu, kedua, perbedaan dalam jumlah dana dan sifat stimulan. Pada program Rumah Swadaya, untuk Tahun Anggaran 2021 misalnya, Kementerian PUPR mengalokasikan anggaran Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) sebesar Rp2,7 triliun untuk 126.830 unit rumah, atau Rp 21.3 juta per rumah. Sifatnya bantuan putus, selesai setelah digunakan.

Bantuan stimulan pada P2LDT dulu tak begitu. Tapi berupa stimulan berantai. Tidak berhenti pada satu rumah tangga miskin. Tapi berantai pada rumah tangga miskin lain yang rumahnya tak layak huni juga.

Saya ingin membagikan kisah soal stimulan berantai perumahan itu. Sebab bila aspek swadaya masyarakat hendak diungkit, maka pendekatan itu baik diterapkan. Dana tidak berhenti dan habis terpakai pada satu rumah tangga. api bergulir ke rumah tangga lain yang memerlukan. Sifatnya menjadi semacam dana sosial bersama.

***

Kebetulan pada tahun 1986-1987 saya dipercaya memimpin satu tim peneliti untuk mengevaluasi Program P2LDT, bekerja sama dengan Balitbangsos, Departemen Sosial.

Karena nilai dana penelitiannya kecil, mungkin dipikir kerja sosial, maka tim memutuskan untuk menerapkan metode studi kasus. Sesuai dengan jumlah persebaran subyek sasaran program maka diambil tiga kasus desa di Jawa, masing-masing satu di Kabupaten Indramayu Jabar, Kabupaten Ke ndal Jateng, dan Kabupaten Malang Jatim. Lalu satu desa di Kabupaten Padang Pariaman, Sumbar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun