"Sipanganon dari Ompung. Katanya tulang rindu masakan Ompung."
"Hahaha. Ompungmu baik kalilah pada tulang, Poltak," sambut Ama Rumiris senang. "Inang ni butet, aku ke sungai dulu. Â Mau angkat bubu," lanjutnya sambil bergegas menuruni tangga.
"Aku ikut, Tulang."
"Ayo."
"Aku ikut juga." Berta tak mau ditinggal Poltak.
Bertiga Ama Rumiris, Poltak, dan Berta beriring meniti pematang membelah hamparan sawah yang baru lepas tanam padi. Tujuannya sungai Binangabolon, tempat Ama Rumiris memasang bubu, lukah perangkap ikan. Â
"Kalian tunggu di bantaran sini, ya."
"Olo, Tulang."
Ama Rumiris turun ke aliran sungai. Dia berjalan menuju bagian yang dalam dengan arus bawah deras. Di situ, di dasar sungai, telah dipasangnya bubu.
"Ha, kau beruntung, Poltak!" seru Ama Rumiris sesaat setelah mengangkat bubu dari dalam air. Wajahnya berseri-seri. Senyumnya merekah memamerkan larik gigi serinya.
"Bah. Banyak kali dapatnya, Tulang." Â Poltak membalas antusias.