Tim Indonesia kalah dari Tim Thailand karena faktor kurang gizi. Itu salah Jokowi. Karena dia lebih mengutamakan pembangunan infrastruktur ketimbang nutrisi bangsa.
Itu kesimpulan Rocky Gerung. Silahkan cek sendiri di medsosnya atau di media online.
Barangkali kalau mau lebih kasar, kesimpulan Gerung itu bisa dirumuskan begini: Tim Indonesia kalah dari Tim Thailand karena mereka disuruh makan aspal. Frasa "rakyat makan aspal" itu ditiupkan kelompok oposisi, tempat Gerung berada.
Sebenarnya saya malas menanggapi pernyataan Gerung itu. Karena dia cenderung bicara tanpa basis data. Cuma membelok-belokkan logika saja ke jalan sesat. Ingat, dia jago logika. Tahu benar cara memproduksi pernyataan yang sekilas terdengar logis -- terutama bagi mayoritas pengagumnya yang mungkin sudah terdungukan -- padahal sesat.
Menyalahkan Jokowi atas kekalahan Tim Indonesia jelas sebuah pernyataan dungu yang berlebihan. Tapi itulah Gerung dan oposisi. Semua masalah selalu bisa dan harus bisa disimpulkan sebagai kesalahan Jokowi.
Tapi karena sudah kadung diminta rekan di WAG untuk menanggapi, dan bodohnya saya iyakan pula, maka saya tulislah bantahan ini.
Pertama, khusus untuk Timnas Indonesia yang sedang berlaga di Piala AFF 2020, sudah ada Tim Nutrisi yang memastikan para pemain mendapat asupan gizi terbaik selama persiapan sampai pelaksanaan pertandingan. Jadi alasan kurang gizi tak relevan untuk tim itu.Â
Ingat, bukankah pelatih Shin Tae-yong protes pada porsi dan menu "nasi kotak" jatah Tim Indonesia dari panitia? Itu artinya Tim Indonesia sudah punya standar  asupan pangan dan gizi. Panitia Piala AFF 2020 dinilai tak memenuhi standar itu. Jadi, mestinya salahkan panitialah. Kalau doyan kambing hitam, sih.
Kedua, rerata usia pemain Indonesia adalah 24 tahun, dengan penumpukan pada selang usia 19-23 tahun. Kalau ditarik ke tahun 2014, awal periode pertama pemerintahan Jokowi, berarti usia termuda adalah 12 tahun.Â
Nah, selama 12 tahun sebelum tahun sebelum 2014, atau periode 2002-2014, siapa presiden Indonesia? Selama 10 tahun dalam periode itu, Indonesia  dipimpin Presiden SBY, bukan? Mengapa Gerung tak menyalahkan SBY?
Ingat, pembentukan tubuh dan otak bergizi baik itu terutama harus terjadi pada usia anak-anak. Dan mayoritas pemain Tim Indonesia dalam periode pemerintahan SBY masih anak-anak. Jadi, kalau mereka sekarang kurang gizi, ya, harusnya salah SBY, dong.
Saya tak asal ngomong. Lihat data prevalensi balita stunting (pendek dan sangat pendek) berikut (hasil PSG/SSGI BPS dan Depkes) berikut sebagai bukti:
- Tahun 2015: balita stunting 29.9%. Ini warisan dari pemerintahan SBY.Â
- Tahun 2016: balita stunting 27.54%. Terjadi penurunan berkat program perbaikan gizi ibu dan anak dalam pemerintahan Jokowi.Â
- Tahun 2021: balita stunting 24.40%. Ini hasil program perbaikan gizi ibu dan anak yang konsisten sejak 2015.
Nah, masih ngeyel bilang Jokowi cuma bangun infrastruktur? Tidak bangun pangan dan gizi bangsa? Ayolah, gunakan selalu sisi sehat pada otak itu.
Ketiga, perhatikan fakta prevalensi balita stunting --sebagai indikasi kurang pangan dan gizi--tak berkorelasi dengan prestadi di ajang Piala AFF 2020. Betul Thailand (prevalensi stunting 16%) mengalahkan Indonesia. Â Tapi Indonesia mengalahkan Vietnam (23%), Malaysia (17%), dan Singapura (4%).Â
Masih ngotot bilang Indonesia kalah dari Thailand karena faktor kurang gizi atau nutrisi buruk?
Gerung dan kelompok oposisi tak perlulah mencari-cari penjelasan politik atas kekalahan Tim Indonesia dari Tim Thailand. Terlalu jauh dan mengada-ada itu, Gerung.
Jelaskanlah masalah sepakbola menggunakan paradigma dan teori sepakbola, bukan menggunakan paradigma dan teori politik. (Walau itu bisa jika bicara konteks politik sepakbola).
Satu lagi, biasakan bicara berdasar data, bukan berdasar keahlian produksi sesat pikir. (eFTe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H