Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Benarkah Tim Indonesia Kalah karena Kurang Gizi? [Atau Salah Jokowi?]

31 Desember 2021   06:45 Diperbarui: 31 Desember 2021   08:47 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemain Indonesia Ricky Kambuaya mengecoh dua pemain Thailand: kurang gizi? (Foto: AFP/ROSLAN RAHMAN via kompas.com) 

Ingat, pembentukan tubuh dan otak bergizi baik itu terutama harus terjadi pada usia anak-anak. Dan mayoritas pemain Tim Indonesia dalam periode pemerintahan SBY masih anak-anak. Jadi, kalau mereka sekarang kurang gizi, ya, harusnya salah SBY, dong.

Saya tak asal ngomong. Lihat data prevalensi balita stunting (pendek dan sangat pendek) berikut (hasil PSG/SSGI BPS dan Depkes) berikut sebagai bukti:

  • Tahun 2015: balita stunting 29.9%. Ini warisan dari pemerintahan SBY. 
  • Tahun 2016: balita stunting 27.54%. Terjadi penurunan berkat program perbaikan gizi ibu dan anak dalam pemerintahan Jokowi. 
  • Tahun 2021: balita stunting 24.40%. Ini hasil program perbaikan gizi ibu dan anak yang konsisten sejak 2015.

Nah, masih ngeyel bilang Jokowi cuma bangun infrastruktur? Tidak bangun pangan dan gizi bangsa? Ayolah, gunakan selalu sisi sehat pada otak itu.

Ketiga, perhatikan fakta prevalensi balita stunting --sebagai indikasi kurang pangan dan gizi--tak berkorelasi dengan prestadi di ajang Piala AFF 2020. Betul Thailand (prevalensi stunting 16%) mengalahkan Indonesia.  Tapi Indonesia mengalahkan Vietnam (23%), Malaysia (17%), dan Singapura (4%). 

Masih ngotot bilang Indonesia kalah dari Thailand karena faktor kurang gizi atau nutrisi buruk?

Gerung dan kelompok oposisi tak perlulah mencari-cari penjelasan politik atas kekalahan Tim Indonesia dari Tim Thailand. Terlalu jauh dan mengada-ada itu, Gerung.

Jelaskanlah masalah sepakbola menggunakan paradigma dan teori sepakbola, bukan menggunakan paradigma dan teori politik. (Walau itu bisa jika bicara konteks politik sepakbola).

Satu lagi, biasakan bicara berdasar data, bukan berdasar keahlian produksi sesat pikir. (eFTe)

[1] Baca a.l. https://makassar.terkini.id/timnas-kalah-rg-sindir-jokowi-begini-akibatnya-presiden-hanya-ingin-bangun-infrastruktur-tak-bangun-nutrisi/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun