Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

The Kallang Field, Ladang Pembantaian Tim Thailand

28 Desember 2021   14:58 Diperbarui: 28 Desember 2021   15:58 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tadi sudah saya singgung tentang spirit Tim Indonesia: pantang kalah dan gotong-royong.  Tim Thailand juga tentu punya spirit pantang kalah.  Sebab tidak ada tim sepak bola yang turun ke lapangan sengan semangat pantang menang, bukan? 

Bedanya dengan Indonesia, Thailand tak punya semangat gotong-royong, tapi solidaritas organik yang mengandaikan pembagian kerja di lapangan. Jelas posisi dan peran tiap pemain.  Tim seperti ini mudah dibaca permainannya. Selain juga tak lentur karena lebih mengandalkan pembagian peran secara kaku.  Ujungnya menjadi individualis, dalam arti tergantung kompetensi dan tanggung-jawab individu pemain.

Lain halnya dengan Indonesia yang dijiwai semangat gotong-royong.  Memang ada pembagian posisi dan peran, sebagaimana laiknya sepakbola. Tapi sifatnya lentur.  Seperti kata Shin Tae-yong, setelah bermain di lapangan, setiap orang bisa menjadi striker, winger, libero, dan bek.  Ini bikin pusing lawan karena menjadi tidak jelas pemain mana yang harus dijaga ekstra.  Susah payah menjaga Irfan Jaya, misalnya, eh, Pratama Arhan mendadak jadi striker maut.

Barangkali ada yang bilang pola gotong-royong itu macam gaya main kroyokan ala turnamen antar-kampung (tarkam). Terserah saja.  Gaya "kroyokan" itu, kalau mau dibilang begitu, terbukti sudah mengantar Tim Indonesia ke final Piala AFF 2020.

Pada akhirnya, mungkin ada yang mencibir kalau saya bilang Lapangan Kallang, The Kallang Field, akan menjadi ajang pembataian Tim Thailand oleh Tim Indonesia.  Barangkali saya akan divonis chauvinistic, irrasional, dreamer, atau bilang apa saja yang berkonotasi kenthir. 

Barangkali alasan saya di atas dinilai tidak realistis, tidak faktual, tidak berdasarkan data valid, dan lain sebagainya.  Oh, ya, saya harus bilang, imajinasi tak memerlukan itu semua.  Imajinasi di sini adalah mimpi yang kemudian menjadi aksi sepakbola di lapangan.

Lagi pula, saya mau tanya, kalau bukan orang Indonesia, lalu orang mana yang bisa diharapkan mendukung Indonesia? Bangsa Vietnam, Malaysia, Singapura dan tentu saja Thailand, kini adalah bangsa-bangsa yang menyumpahi Tim Indonesia kalah dari Tim Thailand.  Kamu mau ikut mereka?

Terbanglah tinggi Garuda Merah Putihku, taklukkan itu Gajah Putih! (eFTe)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun