"Lagi, sepak bola adalah imajinasi dalam aksi. Saya membayangkan Stadion Kallang Singapura sebagai ladang pembantaian Gajah Putih oleh Garuda Merah Putih." -Felix Tani
Itu imajinasi saya tentang laga final leg 1 dan 2 Piala AFF 2020 antara Timnas Indonesia, Garuda Merah Putih dan Timnas Thailand, Gajah Putih di hari Rabu 29 Desember 2021 dan Sabtu 1 Januari 2021. Â Ujungnya, Tim Garuda naik podium sebagai Sang Juara.
Berlebihankah saya? Tidak juga. Â Dengan arah sebaliknya Ardes Gunawan, presenter yang tak kukenal, telah lebih dulu berharap Indonesia kalah, Thailand menang. Alasannya ribet, kata Ardes, seribet ngorek hati wanita. Â Intinya, membayangkan Indonesia menang atau sebaliknya kalah, biasa-biasa saja. Â
Yang tak biasa adalah kalau bilang alasannya "ribet, seribet ngorek hati wanita". Â Dalam kasus Ardes, dia yang kewalahan menghadapi wanita, kenapa pula deritanya diproyeksikan pada kekalahan Timnas Indonesia?
Kalau saya membayangkan Indonesia akan membatai Thailand dalam dua leg laga final di Stadion Kallang, tentu ada alasannya. Dan itu jelas bukan alasan yang seribet ngorek hati wanita.
Saya akan jelaskan satu per satu di bawah ini.
Ranking FIFA bukan penduga kehebatan tim
Saya mulai dari fakta ranking FIFA: Thailand 115, Â Indonesia 164 (mutakhir 163). Â Apakah itu berarti Thailand lebih hebat dari Indonesia? Tidak. Â Itu cuma indikasi Thailand lebih sering main dan menang di laga internasional yang masuk kalender FIFA. Dengan kata lain, Thailand punya lebih banyak pengalaman menang di ajang internasional ketimbang Indonesia.
Tapi itu tak bermakna Thailand lebih hebat sehingga Indonesia pasti kalah. Â Vietnam ranking 98, takluk oleh Thailand (115), imbang dengan Indonesia (164). Â Malaysia (154) takluk 0-2 Â oleh Indonesia (164). Singapura (160) juga takluk 2-4 oleh Indonesia.
Ajang Piala AFF 2020 mengajarkan kepada kita, selalu terbuka kemungkinan  peringkat yang lebih bawah menyeruak ke atas menjadi pemenang.  Dan penyeruak itu adalah Tim Indonesia yang miskin pengalaman internasional. Â