Lampu semprong di kamar masih menyala. Cahayanya menembus lembut dari sela-sela dinding.Â
Dari dalam kamar terdengar suara-suara aneh. Gumaman, cekikikan tertahan, rengek menggek, dan desah-desis. Juga bunyi kriyet-kriyet tempat tidur.
Mata kanan Bang Rudol masih menempel di lubang dinding. Kelihatannya dia sangat serius. Entah apa yang terlihat olehnya di dalam kamar.
"Sekarang kau, Binsar." Bang Rudol menyerahkan lubang intip kepada Binsar. Binsar jinjit mengintip.
"Kau lihat apa," bisik Bistok, bertanya.
"Tidak ada. Gelap. Cuma dengar suara-suara aneh. Coba kamu intip."
Binsar menyerahkan lubang intip pada Bistok.
"Betul. Gelap. Cuma dengar suara-suara aneh," bisik Bistok. "Giliranmu, Poltak."
"Tidaklah. Bodoh kali pula kalian. Masa suara diintip. Suara itu didengar." Poltak menolak, sambil mengatai Binsar dan Bistok bodoh.
Rupanya minyak tanah di lampu semprong habis. Lampu mati, bersamaan dengan penyerahan lubang intip dari Bang Rudol kepada Bistok.
"Terimakasih Tuhan. Aku sudah gagal berbuat dosa," doa Poltak dalam hati.