Orang Batak yang kini tinggal di lembah-lembah sisi barat danau itu adalah ahliwaris yang melestarikan sembari memperluasnya. Hal itu terjadi seiring pertumbuhan populasi orang Batak di sana.
Pesona Dua Sejoli Lembah-BukitÂ
Bagi orang Batak, lembah dan bukit adalah dua sejoli tak terpisahkan. Tidak ada lembah tanpa bukitnya, tidak ada pula bukit tanpa lembahnya.
Itulah ekologi budaya asli orang Batak. Lembah untuk bermukim dan bersawah, bukit untuk kebun tanaman tahunan, dan padang penggembalaan ternak kerbau dan lembu. Â
Hutan di perbukitan adalah daerah tangkapan air. Air yang kemudian mengalir ke lembah dalam rupa sungai, sumber pengairan sawah dan keperluan minum, mandi dan cuci. Tentu, untuk penduduk yang tinggal di bibir pantai, kegiatan mandi dan cuci lazim dilakukan di danau.
Rangkaian perbukitan dan lembah di sisi barat Danau Toba, dari Gunung Pusukbuhit di utara sampai lembah Muara di selatan, adalah keindahan yang hidup dan menghidupi. Â Keindahan yang berubah dari waktu ke waktu, sebagai hasil koevolusi daya ubah alami dan daya cipta manusia Batak yang hidup di situ. Keindahan yang menjadi sumber hidup orang Batak. Â Sawah, ladang, kebun, dan ternak memberikan hasil melimpah di situ.Â
Warisan keindahan sejoli lembah-bukit, warisan kolaboratif alam dan leluhur Batak, itu kini mulai mempesona orang luar, para wisatawan domestik dan mancanegara. Mereka datang ke sana, meleburkan diri ke dalam pesona keindahan alam lembah dan perbukitan asri. Â
Sejak pertengahan 2010-an, untuk pertama kalinya orang Batak pemukim sisi barat Danau Toba mengerti bahwa alam lembah dan perbukitan milik mereka tidak saja memiliki nilai keindahan intrinsik, tapi juga nilai ekonomi wisata. Â
Maka setiap pemerintah daerah, secara sinergis dengan warga lokal, kini berlomba-lomba menawarkan pesona keindahan ekologi budaya sawah dan perbukitannya. Â
Lembah Harianboho menawarkan pesona tiga bukitnya. Â Bukit Sijukjuk, Bukit Sibeabea, dan Bukit Holbung. Â