Bahasa Batak asli untuk contoh itu adalah "Mintop sulu gabe holom i bagas". Mintop adalah istilah mate, mati untuk sulu atau palito, lampu. Holom adalah kata asli untuk golap, kata serapan dari gelap (Ind.) Bagas adalah kata yang lebih tua dari jabu atau ruma, rumah.
Serapan kata asing, khususnya Melayu/Indonesia dan juga Belanda, sudah terjadi setidaknya sejak 1300-an. Hubungan dagang dengan saudagar Melayu di Barus telah menyumbang serapan bahasa Melayu.
Pendudukan Belanda sejak awal 1900-an membuka Tanah Batak ke Sumatera Timur. Terjadi interaksi dengan masyarakat Melayu Deli. Sehingga jumlah kata Melayu yang diserap semakin banyak.
Bahasa penjajah Belanda juga menyumbang sejumlah kata. Seperti prah (vracht, truk barang), aterek (achteruit, mundur), porhangir (voorganger, penatua gereja), dan bisoloit (besluit, surat putusan, ijazah).
Kata atau bahasa Batak asli kini mungkin hanya digunakan dalam tiga peristiwa.
Pertama dalam upacara adat saat mengujarkan umpasa, petitih asli Batak. Misalnya, saat hula-hula memberkati boru maka diucapkan petitih ini: "Hu sanggar ma amporik, hu lombang ma satua; Sai sinur na pinahan, gabe na niula." Artinya: "Burung pipit bersarang di pimping, tikus bersarang di jurang; Semoga ternak gemuk beranak-pinak, usahatani panen berlimpah."
Kedua, dalam laku hadatuon, perdukunan. Misalnya tabas pagar, mantra tolak bala sebagai berikut: "Pagar hami so hona begu so hona aji ni halak”. Artinya: "Lindungilah kami dari kejahatan setan dan santet orang jahat."
Ketiga, dalam andung, ratapan kematian. Bahasa andung ini sangat spesifik. Jarang digunakan sehari-hari. Semisal simangkudap untuk pamangan atau baba, mulut. Simanganggo untuk igung, hidung. Simalolong untuk simanonggor, mata. Simanangi untuk sipareon, pinggol, telinga. Sitarupon untuk obuk, rambut. Dan lain sebagainya.
Bisa dikatakan, untuk sekarang ini, hampir tak ada orang Batak di kampung halaman Toba, apalagu di perantauan, yang bisa mengklaim diri masih menggunakan hata Batak na polin, bahasa Batak asli.
Semua sudah tercampur oleh kata serapan dari bahasa lain, terutama Melayu/Indonesia. Hanya beda kadar saja. Semakin ke pelosok tanah Batak, semakin sedikit "pasir"nya. Semakin ke pusat kota besar, semakin banyak "pasir"nya.
Akan halnya orang Batak di kota, ciri kosmopolit membuat mereka cenderung mengesampingkan bahasa Batak. Penggunaan bahasa itu dinilai indikasi keterbelakangan. Warga kosmopolit, ya, pakai bahasa Indonesia, dengan sedikit bumbu bahasa Inggris.