Boleh dibilang, kakartana itu semacam hantu spesialis begal keperjakaan. Itu artinya dia tidak akan pernah mau dikawini oleh manusia lelaki. Sebab jika begitu, pada malam pertama di hutan, keperjakaan si lelaki sudah langsung hilang. Tak perjaka lagi.Â
Nah, kakartana kan tidak doyan lelaki yang tak perjaka lagi. Dia doyan perjaka jomlo yang -- meminjam istilah Pakde Kartono -- masih kinyis-kinyis matang manggis. Jadi, wina wa dengan kakartana adalah hoaks.Â
Hoaks macam itu mungkin sengaja dibangun seseirang untuk mendiskreditkan seseorang lainnya. Misalnya dalam rangka persaingan sosial, katakanlah antar tokoh masyarakat, di satu desa. Maksudnya agar tokoh saingan menjadi musuh komunitas (social enemy). Itu semacam tuduhan piara tuyul pada seseorang yang kaya mendadak -- macam tahu bulat digoreng dadakan.
Begitulah, Guido, dan para kompasianer penggalak perhantuan. Hantu itu fenomena irrasional yang harus dikisahkan secara rasional. Kalau tidak, nasibnya akan seperti kakartana. Dirisak habis oleh Engkong Felix. Kasihan, kan, hantunya? (eFTe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H