Pelajaran seks, ya. Â Bukan pendidikan seks. Â Sebab seks itu dipelajari. Â Bukan dididik. Â Kalau seks dididik, nanti dia jadi pintar. Sementara orangnya tetap bego. Â Bisa dibodohi seks.
Biang keroknya artikel Widz Stoop pagi ini, "Pendidikan Seks untuk Opik" (K. 11/10/2021).  Gara-gara Si Opik bertanya dari mana asalnya, dikisahkan Pak Arrohsa dan Bu Arrohsa ayah-bundanya  lembur tiga hari tiga malam mempelajari semua buku pelajaran seks yang ada diperpustakaan daerah Probolinggo.
Pada hari ketiga, Pak Arrohsa dan Bu Arrohsa menceritakan panjang lebar dari mana Opik berasal. Â Mulai dari kisah pacaran, lalu pesta kawin, lanjut "uleg sambal" di malam pertama dan, sembilan bulan kemudian, Opik mbrojol dari perut bundanya.
"Panjang amat jawabannya," tukas Opik. Â "Temanku Joko nanya gitu pada ibunya, jawabannya cepat dan pendek. Dari Kebumen."
Orangtua di negeri ini memang serba rikuh menjelaskan soal seks dan seksualitas kepada anak-anaknya. Â Harus bagaimana ngomongnya. Â Terus terang atau berbelit pakai pengumpamaan?
Pakai pengumpamaaan juga bisa jadi masalah. Â Seorang ibu mengumpamakan pubik yang tumbuh rambut sebagai monyet. Suatu hari anak gadis remajanya teriak monyetnya baru makan pisang. Â Apa gak pingsan tuh ibu?"
Pak Arrohsa, tokoh nyata dalam kisah Mbak Widz tadi, bilang suatu ketika Si Tole anaknya bertanya apakah dia pernah berada di dalam perut bundanya. "Pernah, dong," jawabnya. Â "Terus, bagaimana cara masuk dan keluarnya, Yah?"
"Untung sekarang zaman Youtube," kata Pak Arrohsa. "Saya suruh nonton konten sapi melahirkan anak saja di Youtube."
Lha, itu ngawur. Â Coba kalau Si Tole nanya lanjut, "Loh, kok aku keluar dari perut sapi? Kata ayah tadi dari perut ibu?" Dijamin Pak Arrohsa nyebut nama Tuhan tiga kali sebelum jatuh pingsan.
Lagi pula, seks hewani kan beda dengan seks manusiawi. Jadi, kalau anak bertanya soal seks manusia, maka beri contoh manusia jugalah. Â Pakai peragaan kalau perlu.
Diskusi di grup perpesanan Gang Sapi Kenthir menyimpulkan pelajaran seks dalam keluarga itu wajib hukumnya. Â Orangtua gurunya, anak-anak muridnya.
"Itu perlu," kata Ibu Peri Gigi. "Jangan seperti teman kerja saya. Setahun nikah belum hamil juga. Â Akhirnya diajak ngobrol tentang Kamasutra. Â Beberapa bulan kemudian hamil." Â
Itu aneh sekali. Â Masa gara-gara ngomongin Kamasutra bisa hamil? Â Serem banget. Â Jadi ingat seseorang pernah bilang perempuan bisa hamil kalau berenang di kolam renang umum.
Memang perlu pelajaran seks yang benar. Â Tidak menakut-nakuti. "Jangan duduk di bekas dudukan anak laki. Â Ntar kamu hamil, lho!" Â "Jangan duduki celana laki-laki. Bisa hamil kamu, tuh!" Â "Ciuman bisa menyebabkan kehamilan."
Rekomendasi diskusi grup perpesanan Gang Sapi Kenthir: Â agar Admin Kompasiana mengangkat isu "Pelajaran Seks dalam Keluarga" sebagai Topik Pilihan Kompasiana. Â
Itu penting untuk para Kompasianer. Â Pengalaman banyak Kompasianer seputar pelajaran seks dalam lingkup keluarga batih akan menjadi rujukan berharga bagi banyak orang. Pengalaman, lho, ya. Â Bukan teori.
Kompasianer perlu belajar seks dari orang-orang yang baik dan benar. Â Bukan dari akun-akun @ayodating yang lagi nafsu ngejar-ngejar Kompasianer tanpa pandang bulu.
Pelajaran seks dalam keluarga itu penting. Â Jangan sampai suatu saat anak bertanya, "Ayo, ngapain ayah-bunda lama-lama di dalam kamar", malah gelagapan menjawabnya.Â
Padahal kan, di dalam kamar sedari tadi cuma berjuang memasukkan benang basah ke dalam lubang jarum? (eFTe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H