Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Poltak #076] Tarik Tambang Melawan Kerbau Jantan

21 Oktober 2021   17:11 Diperbarui: 21 Oktober 2021   18:06 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kolase foto oleh FT (Foto: kompas.com/dok. istimewa)

Lapangan Pagoda Parapat,  Kamis, 17 Agustus 1972.  Pagi cerah.  Langit biru berhias awan cirrus bagai tebaran bulu-bulu halus angsa. Permukaan Danau Toba tenang.  Berkilauan laksana cermin raksasa diterpa sinar mentari pagi.  Alam turut sukacita menyambut peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang keduapuluh tuju.  

Murid-murid dan guru-guru SD dan SMP sekecamatan Parapat kembali tumpah-ruah di sana.  Juga para pegawai Kecamatan, anggota Koramil, dan aparat Polsek. Semua bersuka-ria. Merdeka!

Acara inti, paling penting, peringatan detik-detik Proklamasi 17 Agustus 1945 sudah usai. Tiba saatnya acara yang paling ditunggu anak-anak.  Aneka perlombaan Agustusan antar sekolah. Setiap sekolah ingin jadi pemenang.

"Lari seratus meter putra dulu.  Lalu seratus meter putri.  Terakhir tarik tambang."  Guru Paruhum menjelaskan urutan perlombaan. Para peserta lomba dari SD Hutabolon sudah bersiap.

"Binsar! Tiur!  Siap-siap, ya.  Yang lain, beri semangat!"

"Olo, Gurunami!" murid-murid SD Hutabolon kompak mengiyakan.

"Binsar! Kau pasti menang!" bisik Poltak memberi semangat, sambil mengeluarkan tiga butir kue ketawa dalam kantong plastik  dari saku celana. Satu butir langsung digerogotnya.

"Sisa dua butir untuk pemenang lomba lari," katanya sambil mengoyang-goyangkan kue ketawa di depan wajah Binsar.  Seperti bandul tukang hipnotis layaknya.

Poltak sangat yakin Binsar pasti merebut juara satu lagi. Dia sudah menjalani latihan keras. Latihan yang tak terpikirkan oleh pelari kelas dunia.

"Jangan hanya mengejar puyuh.  Kita coba mengejar hatohor di sawah."  Poltak mengusulkan metode latihan baru, setelah metode kejar puyuh kehilangan tantangan.

Menurut Poltak, mengejar hatohor, burung ayam-ayaman, di sawah berlumpur  akan mendongkrak tenaga dan kecepatan lari Binsar. 

Di bulan Agustus, sawah di Panatapan masih diberakan, seusai panen.  Tunas-tunas padi tumbuh menghijau dari batang bawah rumpun padi yang telah disabit. Itu baik untuk pakan kerbau. Juga baik sebagai habitat hatohor.

"Binsar! Kejar!" Poltak berteriak saat seekor hatohor terbang rendah setelah digebyah. Binsar langsung lari mengejar, menerabas lumpur sawah dan melompati pematang.

Begitu terjadi berulang-kali.  Dalam banyak pengejaran, Binsar gagal.  Beberapa kali, nyaris berhasil. Hanya dua kali berhasil menangkap hatohor.  

"Sudah hebat kalilah itu, Binsar.  Bukan hatohornya yang penting. Tapi peningkatan kecepatan larimu," kata Poltak puas.

Tapi Poltak agak ragu pada Tiur.  Di bawah arahan Alogo dan Berta, latihan Tiur menurut Poltak kurang keras.  Hanya lari sejauh satu kilometer tiap pagi, dari lembah Binanga sampai ke sekolah.  Itu bagus untuk meningkatkan kekuatan, bukan kecepatan.

"Tim tarik tambang! Siap, ya!"  Guru Paruhum menyemangati.

"Siap, Gurunami!" Serentak anggota tim, Bistok, Polmer, Jonder, Togu, Patar, Sahat, Dolok, dan Jontar menjawab. 

"Polmer! Ingat! Kau Samson Hutabolon! Kerbau jantan pun kalah lawan kau!" Poltak menyemangati Polmer.

Sebenarnya Polmer tidaklah seperkasa itu. Tanpa anggota tim lainnya, Polmer itu ibarat sekantong kapas saja bagi seekor kerbau jantan yang terbiasa menyeret balok kayu dari hutan.

Bahkan sekalipun berenam, tetap tak mudah bagi tim tarik tambang SD Hutabolon mengalahkan kerbau jantan milik Ama Lumongga, kakek Poltak  nomor lima.

Latihan tarik tambang melawan kerbau jantan spesialis tarik balok tak pernah mudah. Polmer dan kawan, boleh dikata, harus babak-belur dulu.

"Satu! Dua! Tiga! Tarik!" Guru Paruhum beteriak memberi aba-aba saat pertama kali tim itu melawan kerbau jantan.

Enam anggota tim tarik tambang seolah  enam ekor anak babi saja bagi kerbau jantan itu. Mereka terseret seperti balok ringan yang terikat pada halung, alat seret balok yang dipasangkan dengan kuk pada leher kerbau.

"Ulangi!  Kuda-kuda harus kuat! Kalian harus kompak!" Guru Paruhum mengingatkan.

Latihan tarik tambang melawan kerbau jantan berakhir 5-0 untuk kemenangan kerbau.  Tim kalah telak.  Tubuh mereka pegal terbanting ke tanah.  Pakaian berlepotan tanah, basah pula oleh banjir peluh.

Latihan pada hari kedua, terakhir, baru membuahkan sukses. Berkat strategi pembangkitan semangat dan tenaga dalam yang jitu.

"Kalian itu manusia kelas lima dan kelas enam SD! Masa kalah sama seekor kerbau.  Itu kerbau tak sekolah! Buta huruf dia!" Guru Paruhum menyemangati tim tarik tambang dengan argumen yang sepintas sesat pikir.

Tapi itu bukan sesat pikir.  Maksud Guru Paruhum, Si Lemah harus menggunakan otaknya agar bisa memang adu otot dengan Si Kuat.

"Kau Samson Hutabolon, Polmer! Samson bisa mengalahkan singa! Kau pasti bisa mengalahkan kerbau!" Poltak ikut-ikutan menyemangati Polmer dengan pembandingan tak setara.

"Fokus! Kuda-kuda kuat!  Gerakan kompak!" teriak Guru Paruhum. "Poltak! Siapkan kerbaumu!"  Poltak naik ke punggung kerbau.

"Satu! Dua! Tiga! Tarik!" teriak Guru Paruhum dengan suara parau parah.

Poltak melecut kerbau jantan tunggangannya. Kerbau itu berusaha keras melangkah maju. Tapi tertahan. Hanya bisa jalan di tempat.

Di ujung lain tambang, enam orang tim tarik tambang bergeming.  Enam pasang kaki mereka seolah terpancang ke dalam tanah. Wajah mereka merah seakan hendak meledak. 

Paling depan terlihat Polmer telah menjadi Samson. Mukanya merah.  Mata sekan hendak melompat dari liangnya.  Sepasang ingus hijau mulai meler dari lubang hidungnya.

"Sintak!" Poltak berteriak dari punggung kerbau.  Memerintahkan tim menyentak tambang.

Kerbau jantan itu tersentak mundur ke belakang. "Amangoi!" Poltak terlontar dari punggung kerbau. Jatuh berdebum di atas tanah, seperti nangka busuk jatuh dari pohonnya. (Bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun