3. Pelancong adalah boru yang berkunjung ke kampung hula-hula, komunitas adat.  Wisata adalah interaksi sosial antara keduanya dalam proses-proses  ekologi budaya sawah di sana.
Sebuah paket etnowisata ekologi budaya sawah Baktiraja kemudian bisa dirancang. Lingkupnya pengenalan, pelibatan dalam, dan pemahaman ekologi budaya sawah. [9]
Pengenalan diarahkan pada sejumlah artefak berikut.Â
Sangkamadeha.  Dalam wujud pohon hidup, berupa hariara (Ficus sp.), Sangkamadeha ada di Tombak Sulu-sulu, tempat kelahiran Sisingamangaraja I.  Sebagai ornamen, disebut Hariara Sundung di Langit, pohon berdahan delapan, dia terukir  pada dinding Ruma Bolon kediaman Sisingamangaraja. Nasib manusia  diterakan Mulajadi Nabolon pada delapan dahannya:  raja atau hamba, kaya atau miskin, pintar atau bodoh, baik atau jahat.  Tapi setiap orang dapat mengubah nasib melalui doa dan kerja keras, khususnya lewat pertanian sawah [10]
Boraspati ni Tano dan Adop-adop. Figur Boraspati Ni Tano (bengkarung) menghadap figur Adop-adop (empat payudara) adalah ornamen pada dinding depan Ruma Bolon kediaman Sisingamagaraja. Keduanya simbol, sekaligus doa, bagi kesuburan tanah dan keberhasilan sawah.Â
Batu Siungkap-ungkapon.  Selain di komplek Istana Sisingamangaraja Bakkara, Batu Siungkap-ungkapon (batu buka-tutup)  juga terdapat di Tipang. Dahulu, memasuki  masa tanam, di atasnya Sisingamangaraja mengurbankan daging hoda silintong (kuda hitam) kepada Mulajadi Nabolon. Setelah itu batu akan diungkit (diungkap). Jika di bawah batu terdapat semut merah, maka warga dianjurkan menanam padi merah. Jika semut putih,  dianjurkan menanam padi putih. Melanggar anjuran berakibat gagal panen.
Ruma Siamporik.  Rumah adat mini ini adalah lumbung gabah hasil panen.  Ruma Siamporik tinggalan leluhur bisa dilihat di kampung-kampung tua Baktiraja.Â
Horbo dan Tinggala.  Kerbau (horbo) dan bajak (tinggala) adalah "paket teknologi"  pengolahan tanah sawah.  Sebagai aset berharga, kerbau dikandangkan di kolong rumah Batak. Â
Hauma dan Bondar.  Sawah (hauma) dan saluran irigasi (bondar) adalah  artefak utama ekologi budaya sawah di Baktiraja.  Sawah bisa milik sendiri atau mamola pinang, belah pinang atau bagi hasil.  Kerbau juga begitu.
Setelah mengenal artefak, barulah pelancong dilibatkan pada proses-proses ekologi budaya. Fokusnya pengalaman terlibat dalam tiga kegiatan utama bersawah. Di situ pelancong dipersepsikan sebagai boru yang menolong hula-hula.