Begitulah. Saya ambil daun pisang batu yang tumbuh di pekarangan depan. Lalu menggunakannya sebagai pembungkus bawang daun. Pangkal batang dan ujung daunnya yang sudah kering atau rusak dipotong dulu. Daun bawang harus dalam keadaan bersih dan kering.
Setelah dibungkus pakai daun pisang, seperti membungkus lontong atau ketimus, bawang daun saya masukkan ke kompartenen sayuran di kulkas. Â Lalu saya mau biarkan di situ selama dua minggu.
Apapun yang akan terjadi, terjadilah. Pikirku. Harapanku, sifat antibakterial dan antiinflamasi pada daun pisang merambat ke bawang daun sehingga menjadikannya awet, tidak membusuk. Sama seperti daun pisang, tak membusuk kecuali terendam air atau terkubur tanah.
Dua minggu kemudian.
Dengan jantung berdebar-debar, saya ambil bawang daun berbungkus daun pisang dari kulkas. Bungkus daun pisang sudah kering. "Jangan-jangan bawang daun juga ikut kering," pikirku.Â
Perlahan-lahan saya buka bungkus daun pisang itu, dan ...
"Eureka!"
Bawang daun di dalamnya masih cukup segar, Kawan. Â Masih sangat layak digunakan untuk bumbu masak.
Istri saya senang bukan kepalang. Karena suaminya ternyata masih cerdas seperti dulu. Tapi terutama karena bawang daunnya masih awet.
Jadi, para suami, contohlah cara saya menyimpan bawang daun jika ingin membahagiakan istri. Gunakan daun pisang segar sebagai pembungkus. Lalu simpan di kompartemen sayuran dalam kulkas. Jangan dalam freezer.