Seekor kodok, seekor kadal pohon, berekor-ekor tikus, dan seekor kucing. Itulah hewan-hewan utama yang berkeliaran di pekarangan depan rumah Engkong Felix. Selain burung gereja, tawon, capung, kupu-kupu, belalang, kumbang, laba-laba, ulat, dan kutu daun. Juga, tentu saja, cacing yang sibuk swakawin di dalam tanah.Â
Dari empat ekor hewan utama tadi, kodok dan kadallah yang paling berguna menurut Engkong. Â Dua hewan predator serangga kecil itu berguna menekan populasi nyamuk Aedes aegypti di pekarangan. Dengan begitu risiko terkena demam berdarah dengue (DBD) bisa diminimalisir.
Si Kodok dulu diculik Engkong dari Taman Langsat Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sengaja dilepas di pekarangan untuk menjadi predator nyamuk. Tapi akhir-akhir ini kodok itu tak pernah kelihatan lagi. Jadi tak ada lagi yang perlu dikisahkan tentang dirinya.
Karena itu Si Kadallah yang menjadi tumpuan utama Engkong untuk menekan populasi nyamuk di pekarangan. Merujuk film animasi Oscar's Oasis, Engkong menamainya Oskar Si Kadal Jakarta. Tak pernah jelas asal-usulnya. Tiba-tiba saja dia sudah ada di pekarangan. Sepertinya, Oskar adalah karunia.
Kebalikan dari kodok dan Oskar Si Kadal, tikus dan kucing sama sekali tiada guna menurut Engkong. Tikus bahkan sangat merugikan. Kerjanya cuma mengasah gigi, mengerati tanaman bumbu-bumbuan seperti sereh, jahe, dan kencur.Â
Puas merusak, tikus-tikus lalu pergi. Mereka meninggalkan tahi berserak atau menumpuk di pojok pekarangan -- sepintas mirip kismis.
Si Kucing, datang sore pulang pagi, Â seharusnya menjaga keamanan pekarangan. Sekurangnya menangkapi dan membunuhi tikus perusak tanaman.Â
Tapi itu utopia. Faktanya kucing itu takut pada tikus-tikus besar yang ada di pekarangan. Kucing itu pulang pagi sambil meninggalkan onggokan tahi . Engkong tak akan pernah memerlukan tahi kucing, Â sekalipun misalnya sedang jatuh cinta sejuta rasa.
Engkong curiga antara kucing, penjaga keamanan dan tikus-tikus, para pencuri dan perusak itu terdapat semacam kolusi. Kucing tak akan menangkap para tikus, sejauh tikus-tikus itu tak mengganggu tidur Si Kucing di atas keset pintu. Dan satu lagi, tikus tak boleh makan daun kemangi kegemaran kucing.
Begitulah, para tikus merajalela keliaran, mencuri, merusak, dan berak (baca: menista) di depan kucing. Kucing pura-pura tak melihat. Atau sekalian dia pura-pura tidur seolah segalanya baik-baik saja. Â
Karena kucing, penjaga keamanan, itu takbecus maka harus Engkong yang turun-tangan membasmi tikus. Engkong menggunakan metode bauran: racun dan perangkap sekaligus.
Racun yang digunakan adalah racun instan "coklat hijau". Disebut begitu karena bentuknya serupa coklat batangan berstruktur kotak-kotak siap potek. Engkong tak pakai racun olahan, semisal menggunakan media tomat anjuran A.R. Saleh di Kompasiana. Soalnya tikus-tikus metropolitan Jakarta kini lebih suka makanan cepat-saji. Â
Perangkap juga mesti pakai umpan. Sebab serupa pejabat korup masuk perangkap, tak ada tikus  yang sudi masuk perangkap tanpa umpan. Kepala ikan goreng atau ikan asin goreng adalah umpan favorit tikus. Mereka rela masuk perangkap demi umpan klasik itu.
Jika tikus masuk perangkap, maka tak perlu dibunuh. Engkong tinggal menjemurnya di bawah sinar matahari. Setelah beberapa hari, tikus akan mati sendiri. Tinggal dikubur jadi pupuk organik.
Yang repot, jika tikus mati keracunan. Tak bisa ditemukan bangkainya sebelum meruapkan bau busuk seantero pekarangan. Susahnya, Engkong harus mengendus sumber bau menggunakan masker.Â
Beruntung kalau bangkai ketemu di antara tetanaman. Tinggal kubur di tempat.Â
Tapi ribetlah  kalau bangkai tikus itu ketemu di dalam ruang mesin mobil. Harus pakai senter dan senar jerat untuk mengangkatnya. Itu tak mudah untuk Engkong yang matanya sudah rabun dekat.
Begitulah, kemarin bau busuk bangkai menyeruak lagi di pekarangan. Engkong heran sebab tak pasang racun tikus dalam dua hari ke belakang. Tapi Engkong tetap cari juga sumber bau itu. Siapa tahu ada tikus makan racun di pekarangan tetangga tapi matinya di pekarangan Engkong.
Endus punya endus dari balik masker, akhirnya Engkong menemukan sumber bau itu. Ternyata bukan bangkai tikus, Saudara-Saudara. Tapi bangkai Oskar Si Kadal Jakarta.
Engkong segera melakukan otopsi kilat untuk mengetahui penyebab kematian Oskar. Ditemukan fakta kepalanya remuk bekas gigitan, perutnya sobek bekas cakaran, dan ekornya nyaris putus karena gigitan. Kesimpulan: Si Kucinglah pembunuhnya.
Engkong meradang. "Dasar kucing biadab," kutuknya, "bukannya menangkap tikus pencuri tiada guna. Malah membunuh kadal saratguna tanpa dosa. Demi bangsa kadal, Engkong akan menghukummu!"
Sepantasnya Engkong marah besar. Kucing tiada guna itu telah merusak  keseimbangan ekologis pekarangan. Kehilangan seekor kadal akan memicu ledakan populasi nyamuk Aedes aegypti.  Soalnya pula, Si Kodok dan cebong-cebongnya tak bisa diharapkan.  Jadi risiko DBD akan meningkat.
Engkong sudah memasukkan Si Kucing ke dalam Daftar Pencarian Kucing. Â Status kucing itu kini buronan. Engkong sudah menyiapkan segala sesuatu untuk menghukum Si Kucing. Lima butir tomat setengah busuk untuk membalang kepalanya. Â Jangan ketawa, dulu Engkong jago lempar kaleng susu di pasar malam. (eFTe)
*Foto asli Oskar Si Kadal Jakarta tidak ada karena ide tulisan ini muncul setelah penguburan Oskar.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H