Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi dan Baduy dalam Risakan Etnosentrisme

19 Agustus 2021   06:13 Diperbarui: 20 Agustus 2021   14:05 1585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga Baduy Dalam berjalan kaki menuju kota Rangkasbitung untuk mengikuti tradisi Seba Baduy. (ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/via cnnindonesia.com)

Tidak ada satu etnis pun di Indonesia yang lebih tinggi atau lebih penting dari yang lain. Semua etnis setara sebagai unsur pembentuk Indonesia --sebuah negara bangsa yang hanya bisa "dibayangkan" (imagined community, Ben Anderson).

Tapi itu fungsi manifes, tampak dan langsung, dari risakan itu. Fungsi latennya, terselubung dan taklangsung, sesungguhnya lebih parah. Karena ia mendegradasi solidaritas sosial lintas etnis, unsur perekat bangsa sebagai sebuah kesatuan.

Ada dua fungsi laten yang tertafsirkan dari dua ujaran perisakan itu. Pertama, pengabaian atas eksistensi etnis lain. Memandang Baduy hanya semata "penjual madu di perempatan" sama dengan pengabaian atas fakta Baduy memilih dan memiliki jalan kemakmuran sendiri.

Itulah  jalan kemakmuran berbasis adat asli yang setara dengan jalan modernisasi. Jalan yang kini dihargai dunia sebagai koreksi terhadap watak negatif modernisasi, disamping watak positifnya.

Kedua, penyangkalan atas eksistensi etnis lain. Mengatakan Jokowi kurang bijak karena mengenakan busana adat Baduy yang terbelakang, berarti menganggap etnis Baduy bukan bagian dari bangsa Indonesia. Menganggap etnis itu tak pantas tampil merepresentasikan bangsa Indonesia yang besar.

Harkat, hak, dan kewajiban setiap etnis adalah setara. Sehingga, sejatinya, budaya setiap etnis sama pantas merepresentasikan kekuatan modal sosial-budaya berupa kemajemukan bangsa Indonesia.

Bagaimanapun, gejala perisakan yang bersifat etnosentris, seperti dua ujar risakan yang dibahas, adalah bahaya laten terhadap solidaritas lintas-etnis. Karena itu, ia juga menjadi ancaman terhadap persatuan dan kesatuan bangsa yang majemuk ini. 

Tapi ada satu cara untuk mereduksinya. Berhentilah menilai, apalagi menghakimi, etnis lain menggunakan ukuran-ukuran etnismu sendiri. Berhenti menggunakan pandangan etnosentris. Berhenti percaya pada stereotip sosial.(eFTe)

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun