Admin K dalam waktu cepat kemudian langsung menghapus puisi plagiat HS dari akunnya di Kompasiana. Â Setidaknya itu menunjukkan bahwa apa yang saya tuliskan dalam artikel pelaporan plagiasi itu adalah sebuah kebenaran. Â Atau, jika simpulan saya dinilai salah oleh Admin K, maka tunjukkanlah letak salahnya!
Tapi jika apa yang saya tulis benar, mengapa Admin K mendegradasi artikel saya?
Lantas, jika apa yang saya tulis benar, mengapa Admin K mendegradasi artikel saya dengan mencopot label "Pilihan" pada tulisan itu? Â
Apakah artikel yang mengungkap kebenaran yang pahit memang harus dikucilkan, agar tak banyak orang mengetahuinya? Â Ingatlah, bau telur busuk tak selamanya tersimpan dalam cangkang. Â Selalu akan ada "tangan tak kelihatan" yang memecah cangkang sehingga baunya meruap ke segala penjuru.
Admin K tidak menanggapi permintaan klarifikasi karena, mungkin ya, hal pencopotan label "Pilihan" itu urusan kecil. Â Itu cuma soal satu ketukan jari pada papankunci komputer.
Bagi Admin K itu soal kecil, bagi saya, untuk kasus ini, itu soal besar. Â Sebagai penganut teori "kepak sayap kupu-kupu" Edward Norton Lorenz, saya percaya suatu tindakan kecil adalah pemicu sebuah gejala besar. Â
Seperti kepak sayap kupu-kupu kecil di hutan Amozon Brasil pada gilirannya menyebabkan tornado di Florida Amerika Serikat, penghapusan label "Pilihan" pada sebuah artikel pelaporan plagiat dapat menyebabkan badai "plagiat" di Kompasiana kelak pada suatu waktu.
Logikanya, jika artikel pelaporan plagiat dikucilkan, maka secara tidak langsung Admin K telah memberi ruang bagi Kompasianer untuk menayangkan karya-karya plagiat di Kompasiana. Â
Adakah indikasi ke arah itu? Â Dalam kolom komentar, rekan Kompasianer Jepe Jepe mengungkapkan bahwa sejumlah artikel tip, cara, tutorial di Kompasiana terindikasi sebagai "daur-ulang" dari artikel-artikel serupa di berbagai media luring dan daring. Â Jadi kemungkinan di situ telah terjadi plagiasi, kalau bukan plagiasi kalimat, mungkin plagiasi gagasan. Itu adalah "kepak sayap kupu-kupu" yang harus dihitung efeknya beberapa tahun ke depan.
Lain dari itu, apakah Admin K pernah berpikir bahwa pencopotan label pada artikel itu berdampak negatif pada jenama saya? Sekurangnya, mungkin ada yang berpikir, "Oh, Felix Tani, kompasianer tua itu, ternyata menulis artikel buruk." Â
Saya pikir, janji saya memperpanjang urusan ini sudah terpenuhi. Â Saya hanya ingin mengirim pesan kepada Admin K, "Kita, Kompasianer dan Admin K, adalah dua pilar setara Kompasiana. Â Tolong tegakkan objektivitas dan etika dalam mengkurasi artikel di Kompasiana."
Sekali lagi, objektivitas atau logika, dan etika. Â Itulah inti masalahnya. Â Itu tanggungjawab kita bersama. Â Besarlah Kompasiana! (efte)