Kepada Admin K, dengan segala maaf, kali ini izinkan saya tak mengucapkan terimakasih. Â Saya mohon izin memperpanjang urusan ini karena Admin K tidak memberi klarifikasi mengapa puisi plagiat itu bisa "duduk manis" di Kompasiana sejak 6 Mei sampai 29 Juni 2021 dan mengapa label pilihan pada artikel laporan plagiasi yang saya tulis harus dicopot.
Jika apa yang saya tulis salah, tunjukkanlah ...!
Apa yang salah dalam artikel saya sehingga label "Pilihan" padanya harus dicopot oleh Admin Kompasiana?
Mungkinkah mutu artikel saya di bawah standar mutu yang dipersyaratkan Admin K untuk bisa masuk kategori "Pilihan"? Â Maaf saja, sejumlah artikel saya lebih rendah mutunya dari itu, tapi label "Pilihan" (otomatis verifikasi biru) padanya tak dicopot. Â Lagi pula, jika sebuah artikel plagiat saja diberi label "Pilihan", masakan artikel pelaporan plagiat tak diganjar penghargaan serupa?
Atau, seperti gurauan teman-teman di kolom komentar, mungkin karena saya menggunakan kata-kata yang terlalu keras? Khususnya kata-kata "kejahatan", "pencuri", "sadis", "dungu", dan "tidak ada ampun"? Â Memangnya apa kata-kata yang pas untuk menggambarkan tindakan plagiasi, plagiat, dan plagiator? Â Apakah saya harus menggunakan kata-kata "kelalaian", "ketidaktahuan", "peniruan", "kenaikan yang tertunda", "ketidakcerdasan", dan "bisa dimaklumi"?
Tidak! Â Plagiat adalah musuh terbesar penulis. Â Plagiasi adalah kejahatan pencurian hak kepemilikan karya tulis yang sangat sadis. Plagiator adalah penulis dungu yang menipu khalayak untuk mendapatkan nama besar (yang palsu). Â Media pemuat karya plagiat adalah "penadah karya tulis curian" yang menabrak etika.
Apakah artikel saya dianggap merugikan, katakanlah mempermalukan, kompasianer HS? Â Saya harus katakan, HS sendirilah yang mempermalukan dirinya dengan menjadi plagiator. Â Dia mengaku seorang mahasiswa, sehingga mestinya tahu plagiat itu kejahatan intelektual. Â
Dia sadar perbuatan plagiasinya, karena pasti tahu puisi "Sajak-Sajak Kecil tentang Cinta" itu anggitan maestro puisi SDD. Â Dia mestinya tahu bahwa di Kompasiana banyak pecinta puisi yang hafal benar puisi-puisi SDD. Â
Lalu, apakah saya harus bilang "Cerdas!" saat dia mengagihkan puisi plagiat itu di Kompasiana? Â Tidak! Â Saya harus bilang, "Itu dungu!" Â Tindakan itu dungu. Â Juga sadis. Â Istilah rekan Daeng Pabichara di kolom komentar, "Tolol!" dan "Jahat!" Â Sama saja, bukan?
Apakah HS tidak tahu betapa panjang dan sukar proses kreatif untuk melahirkan puisi itu? Â Dia harusnya tahu, proses penganggitan "Sajak-Sajak Kecil tentang Cinta" telah dimulai bertahun-tahun sebelumnya, sejak SDD muda menuliskan kata pertama pada puisi pertamanya.
Atau, mungkin, artikel saya dinilai mempermalukan divisi konten Admin Kompasiana? Â Tidak! Â Admin K memang sepantasnya malu kalau tidak tahu puisi "Sajak-Sajak Kecil tentang Cinta" itu karya SDD. Â Bukankan buku kumpulan puisi yang memuai puisi itu, Melipat Jarak, terbitan Gramedia (2015) yang satu grup dengan Kompasiana?
Kalau Admin K merasa malu, itu bukan karena saya menulis artikel pelaporan plagiat di Kompasiana. Â Tapi karena seseorang memang harus malu jika tak tahu apa yang seharusnya dia tahu pada posisi sosialnya. Â