Dua pertanyaan sebelumnya sudah terjawab dengan tepat. Â Hasil bumi dari Kabupaten Deliserdang, "Karet, Gurunami!" jawab Alogo. Â Pelat kendaraan Deliserdang adalah BK. Â Kepanjangannya, Banyak Karet. Â
Hasil bumi utama dari Riau, "Minyak, Gurunami!" jawab Marolop. Â Pelat kendaraan daerah Riau adalah BM. Â Kepanjangannya, Banyak Minyak.
"Poltak! Jangan pula kau ajari teman-temanmu jadi keledai. Â Keledai itu dungu. Â Dia perlu jembatan untuk menyeberangi selokan. Â Padahal dia bisa melompat."
"Olo, Gurunami." Â Poltak menjawab pelan, sambil tetap tertunduk.
"Kalau mau tahu hasil bumi suatu daerah, bacalah buku. Jangan baca pelat kendaraan. Itu namanya pakai jembatan keledai. Apakah kalian keledai dungu?"
"Bukan, Gurunami." Â Serentak murid-murid menjawab.
"Bagus, kalau begitu. Mustahillah orangtua kalian beranakkan keleda," Â kata Guru Marihot sejurus kemudian. Nada suaranya rendah. Â Amarahnya sudah reda. Â
"Poltak.  Maju ke depan.  Bawa buku Dalan Na Uli. Cari cerita 'Si Bisuk  Na Oto'.  Baca dengan suara keras."  Iru cara guru Marihot menghukum Poltak. Disuruh membaca suatu cerita.
Dalan Na Uli itu adalah buku pegangan pelajaran Bahasa Batak.  Di SD Hutabolon, Bahasa Batak diajarkan mulai dari kelas tiga sampai kelas enam.
Cerita "Si Bisuk Na Oto", Si Bijak yang Dungu, di dalam buku itu semacam kisah Nasruddin Hoja di Turki.  Atau semacam kisah  Abunawas di Arab dan Si Kabayan di Tanah Pasundan.
Si Bisuk Na Oto dalam cerita di buku Dalan Na Uli itu digambarkan sebagai anak yang pintar-pintar bodoh. Persis seekor keledai.