Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Poltak #056] Kerrok Bukan Alat Intip Kolor

9 Juni 2021   16:40 Diperbarui: 9 Juni 2021   20:12 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kolase oleh FT (Foto: kompas.com/dok. istimewa)

"Kenapa, Poltak."

Poltak menjingkat menyasar kuping Guru Marihot. Guru Marihot membungkuk mendekatkan telinga ke mulut Poltak.  Lalu Poltak membisikkan sesuatu yang hanya bisa didengar Guru Marihot seorang.

"Bah, benar begitu?" Guru Marihot memastikan.  Poltak mengangguk lugu. "Bah, matilah kita," sesal Guru Marihot.

Cepat-cepat Guru Marihot mengambil penghapus papan tulis.  Segera dihapusnya gambar kolor merah di jidat Jonder, selayaknya dia menghapus papan tulis.  Jonder terbatuk-batuk menghirup debu kapur tulis.  Tapi Guru Marihot tak ambil peduli.

"Diam kau, Jonder," tegurnya, sambil menggambar lagi kolor baru di jidat Jonder.  Kali ini kolor warna biru dengan tanda kali warna merah. 

Menakjubkan.  Tangis Berta langsung berhenti.  Lalu saling tukar senyum dengan Tiur yang duduk di samping kirinya. Sebelum kemudian menoleh kepada Poltak, dengan sorot  mata berterimakasih.

Jonder mengikuti pelajaran "Berhitung" pagi itu dengan cara berdiri dalam posisi siap di samping papan tulis.  Setiap kali Guru Marihot menghapus papan tulis, debu kapur terbang ke wajahnya, membuatnya terbatuk-batuk.  Itulah ganjaran bagi pengintip kolor murid perempuan.

Hukuman Jonder itu masih terhitung ringan.  Ada yang lebih berat dari itu.  Berdiri di atas satu kaki sambil tangan kiri memegang kuping kanan dan tangan kanan memegang kuping kiri.  Poltak sudah pernah merasakannya lantaran lupa membawa buku catatan pelajaran "Berhitung".  Rasanya, seakan kuping mau copot dari pangkalnya.

"Kenapa pula kau intip-intip kolor anak perempuan."  Poltak menegur Jonder saat jam istirahat di luar kelas.

"Aku cuma ingin intip saja."

"Begitukah?  Itu di jemuran banyak kolor perempuan bergelantungan." Poltak menunjuk ke arah jemuran pakaian di samping rumah Guru Marihot.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun