Sore itu, sebelum waktu jemput kerbau ke Holbung, Poltak sudah berhasil naik sepeda. Bayarannya tak hanya jidat bengkak. Tulang kering kaki kiri dan kanan biru lebam-lebam. Dengkul kaki dan siku tangan, lengkap kiri dan kanan, kebeset-beset. Tapi jendul di jidat itulah yang paling heroik.
Dayungan terakhir sebelum jemput kerbau. Poltak bersiap dari jalan setapak yang melereng di bagian barat halaman. Tangan kiri di stang kiri, tangan ksnan memeluk pipa rangka datar.Â
Dari jalan miring itu, Poltak dengan sepedanya meluncur deras seperti babi balap, lurus tepat ke arah Binsar dan Bistok yang menonton di sisi timur halaman. Â
"Poltak! Babi kau! Rem! Oi! Rem!" Binsar dan Bistok berteriak-teriak panik. Ketakutan.Â
Tinggal sekitar tiga meter lagi dari mereka, Poltak masih melaju kencang dengan sepedanya. Â Bahaya menjelang.
"Poltak! Oi! Rem!" (Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H