Fungsi kuntilanak akan seperti melati itu juga, jika dia diresmikan sebagai "hantu nasional." Memicu imaji warga yang melihatnya tentang eksistensi sebuah bangsa.
Sama seperti melati, yang tampilannya sama di mana pun tumbuh di negeri ini, demikian pula kuntilanak. Â Dia adalah sosok perempuan berambut panjang tergerai, bermuka putih pucat, bermata merah membara, bergigi tajam (celemong darah), berdaster putih (tak pernah ganti), dan bertawa cekikikan. Â Â
Kuntilanak itu tergolong hantu soliter. Â Selalu muncul sendirian di tempat yang tak terduga maupun terduga. Lazimnya di tempat sepi pada malam hari. Â
Pemunculannya, menurut cerita tanpa bukti empiris, ditandai dengan semerbak bau melati atau kamboja. Lalu suara tangis bayi, disusul tawa cekikikan panjang. Â Kalau tawanya terdengar keras, berarti dia jauh, dan sebaliknya. Boleh percaya, tapi sebaiknya jangan.
Konon kuntilanak itu punya dendam kepada lelaki. Dia akan menakuti lelaki korbannya, kalau bisa, ya, sampai mati ketakutan. Entah apa alasannya sadis begitu. Tapi menurut salah satu kisah yang sukar dipercaya, konon kuntilanak itu sebenarnya korban kebejatan lelaki bajingan. Â
Saya katakan, kisah itu sukar dipercaya karena ada jutaan kuntilanak di berbagai tempat. Masa iya ada seorang lelaki yang bisa membejati jutaan perempuan di jutaan tempat di Indonesia. Lelaki macam apa itu.
Tapi ada pesan relasi gender yang penting di situ. Lelaki, hanya karena merasa superior oleh nilai patriarki, Â jangan pernah merendahkan perempuan. Jangan kapan pun, di mana pun, dengan cara apa pun. Balasannya ngeri kali, Bro. Tak terduga dan terbayangkan.
Jadi, sekurangnya ada dua makna simbolik kuntilanak. Pertama, kesamaan persepsi tentang sesuatu yang menakutkan. Sosok kuntilanak selalu sama di tiap daerah, etmis, kelompok agama, ras, dan golobgan sosial di Indonesia. Â Itu artinya kubtilanak adalah pemersatu pandangan warga bangsa.
Kedua, kesetaraan gender. Kuntilanak adalah kode keras dari perempuan untuk kesetaraan gender. Pengingkaran terhadap kesetaraan itu, dengan memosisikan lelaki di atas perempuan, pada akhirnya akan membunuh eksistensi lelaki itu sendiri. Bagaimanapun, gender perempuan dan lelaki harus menyatu dalam kesetaraan, sebagai energi sosial-kreatif bangsa.
Dengan dua makna sosio-kultural itu, apakah berlebihan jika mengusulkan kuntilanak untuk dikukuhkan sebagai "hantu nasional."? Tidak. Tapi keterlaluan kalau ada perempuan yang tak setuju pada usulan ini. Â Kalau lelaki, ya, sudahlah, tak terobati lagi. (efte)
Â