"Benarkah babi jantan setia pada betina pasangannya?" -Tjiptadinata Effendi
Pertanyaan sadis itu disodorkan Pak Tjiptadinata saat mengomentari artikelku, "Mengapa Takada Babi Ngepet di Tanah Batak" (K. 30/4/2021). Membuatku mati kata, lalu mati kutu.
Untunglah Pak Tjip mengisahkan latarbelakang pertanyaan itu. Konon, di satu desa di NTT, seekor betina tua dipotong pemiliknya untuk lauk perayaan Natal. Babi jantan tua pasangannya nelangsa. Lalu dia menabrakkan kepalanya ke tiang rumah sampai pecah. Matilah babi jantan itu menyusul betinanya.
Saya lantas berdalih. Karena kejadiannya di NTT, sebaiknya pertanyaan itu disosorkan kepada Guido. Kompasianer Manggarai itu sangat khatam soal perilaku babi. Bahkan paham perilaku ineweu, babi hantu berambing panjang.
Kisah Pak Tjip itu menurutku absurd. Tak lazim. Sebab teladan kesetian pasutri biasanya disematkan pada pinguin. Jantan setia mengerami telur betinanya sampai menetas, sambil menanti betina pulang entah dari rantau mana. Atau sekurangnya merujuk kesetiaan rusa jantan menurut syair lagu Sepasang Rusa dari Tety Kadi tempo dulu. Â
***
Tapi, tak urung, pertanyaan Pak Tjip telah merangsang pikiran kenthirku. Dalam kalimat generik, bisa ditanyakan, apakah ada kemiripan antara babi (Sus sp) dan manusia (Homo sp)? Atau, secara spesifik, antara babi piaraan (Sus scrofa domestica) dan manusia berakal-budi (Homo sapiens)?
Hasil penelitian ternyata menunjukkan bahwa secara biologis babi adalah hewan yang paling mirip dengan manusia. Â Ditemukan fakta bahwa anatomi, fisiologi, dan fungsi organ babi memiliki kemiripan 90 persen dengan manusia. [1, 2]
Dari segi kemiripan biologis itu, bisa dikatakan babi itu merupakan duplikat manusia. Karena itu dalam riset kedokteran, babi adalah hewan yang paling berpotensi sebagai donor organ tubuh untuk tindakan xenotransplantasi (transplantasi organ nanusia menggunakan organ hewan).
Dilaporkan, riset kedokteran telah berhasil membiakkan babi khusus untuk keperluan donor organ tubuh khususnya jantung, ginjal, dan hati. Lewat teknologi sunting gen, virus porcine endogenus retrovirus (PERVs) yang berbahaya dalam tubuh babi bisa dinonaktifkan. Dengan demikian transplantasi organ babi ke tubuh manusia aman dari penyakit bawaan babi. [1, 2]
Begitulah, dalam dua atau tiga tahun ke depan transplantasi jantung, ginjal, dan hati babi ke tubuh manusia mungkin akan menjadi solusi penyakit dalam. Suatu ketika mungkin kita akan bertemu dengan seseorang yang berotak manusia tapi berhati babi. Tapi dia tetap manusia.Â
***
Apakah juga secara sosiologis babi itu merupakan duplikat manusia?Â
Barangkali bisa dikatakan begitu, jika merujuk novel allegoris Animal Farm-nya Georg Orwell. Sebagai kritik kepada Revolusi Rusia 1917 dan  Stalinisme, novel iru menampiljan tokoh babi bernama Napoleon sebagai pemimpin pemberontakan pada majikan (peternak), dan kemudian tampil sebagai pemimpin diktator untuk negara "sama rasa sama rata" (sosialisme) binatang.
Tapi itu kisah novel, sebuah paralelisme sosio-politik.  Dalam kenyataan, pemiripan sosiologis babi dengan manusia sejauh ini masih terbatas  merujuk pada aspek perilaku asosial pada manusia.Â
Seseorang berperilaku asosial, semisal asusila, lazim dimaki sebagai babi. Perilaku inses -- ibu dengan anak, bapak dengan nak, saudara dengan saudari -- adalah perilaku seksual babi. Itu sebabnya manusia asusila disetarakan dengan babi.
Barangkali, untuk saat ini, bisa dibilang babi itu duplikat manusia dalam hal perilaku asosial khususnya asusila. Atau sebaliknya, dari sisi pandang babi, manusia asusila dianggap setara dengan mereka.
Hal serupa bisa dikatakan tentang seseorang yang doyan mencuri duit orang lain, perusahaan, dan rakyat. Katakanlah para koruptor. Â Secara sosiologis, mereka adalah duplikat babi ngepet alias babi jejadian. Tepatnya, manusia menyaru babi.
Sejauh ini, saya hanya bisa menjawab soal di balik pertanyaan Pak Tjip. Tentang tesis kesetiaan babi jantan kepada babi betina pasangannya, saya tak menemukan rujukan ilmiah ataupun pseudo-ilmiah.
Selain kepada Guido, pertanyaan Pak Tjip mungkin tepat juga disampaikan kepada Mas Ronny Rachman Noor. Kompasianer senior ini, ahli ternak, sangat menguasai perilaku hewan khususnya ternak. Siapa tahu memang ada spesies atau sub-spesies babi yang punya tabiat setia pada pasangan. Bisa menjadi teladan bagi manusia. (efte)
Rujukan:
 [1] "Menyunting Gen Babi untuk Transplantasi Organ", majalah.tempo.co, 11 April 2016.
[2] "Transplantasi Jantung Babi ke Manusia Diprediksi Terwujud dalam 3 Tahun", health.detik.com, 21 Agustus 2019.
*Artikel ini memenuhi permintaan Kompasianer Maestro, Pak Tjiptadinata Effendi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H