Saat gagal, janganlah menghibur diri dengan frasa-frasa sesat logika. Â Semisal "kegagalan adalah sukses yang tertunda," Â atau, "di balik kegagalan ada kesuksesan yang gagal." Frasa terakhir ini, mohon jangan dibahas, ya.
Frasa-frasa semacam itu akan menjerumuskan orang pada kegagalan kedua, ketiga, dan seterusnya. Sebab mendorong berpikir "kemarin gagal, hari ini mungkin sukses; hari ini gagal, besok mungkin berhasil." Begitu terus-menerus tanpa akhir.
Coba dipikir kritis soal frasa "kegagalan adalah sukses yang tertunda" itu. Â Di mana logikanya, coba. Kalau sudah gagal, ya, jelas tak berhasil mencapai tujuan atau target. Jadi apanya yang tertunda. Coba jawab.
Agar lebih jelas, ambil contoh seorang jomlo 55 tahun yang pada 1 Januari 2020 bikin target menikah paling lambat 31 Januari 2020. Ternyata sampai 1 Januari 2021, jangankan menikah, pacar pun tak dapat digaet. Coba hibur dia dengan frasa "kegagalan adalah sukses yang tertunda." Jewer kupingku kalau tulang hidungmu tak retak oleh terpaan "ketupat bangkahulu".
Atau contoh ini. Di awal tahun anggaran direksi PT Kompos bikin target laba Rp 500 M. Faktanya, di akhir tahun rugi Rp 500 M. Apa jadinya jika dalam RUPS Â direksi bilang kepada dewan komisaris, "Kerugian itu adalah laba yang tertunda." Saya jamin, saat itu juga semua direksi dipecat.
Mengapa takut mengaku  jujur, "Kegagalanku akibat kedunguanku." Itu tanda persona hebat (great person), kata Jim Collins, penulis Good to Great. Mengakui penyebab kegagalan adalah kedunguan sendiri.  Bukan menyalahkan pihak lain atau faktor-faktor kendala di luar diri sendiri. Â
Mengapa tak boleh menyalahkan pihak lain atau faktor kendala eksternal? Karena semua itu mestinya sudah diperhitungkan sebagai risiko. Lalu, untuk mengatasinya, mestinya sudah dirancang pula mitigasi risiko. Nah, kalau masih gagal juga, berarti, kan dungu. Salah hitung risiko atau keliru mitigasi.
Kalau sudah menerima fakta brutal, kata Collins, bahwa kedunguan dirilah penyebab kegagalan, maka jangan diulang. Tahu kenapa keledai tak terperosok dua kali pada satu lubang yang sama? Karena dia tak menempuh jalur dan mengambil langkah yang persis sama pada perjalanan kedua.
Begitulah. Karena jalur dan langkahnya berbeda pada kesempatan kedua, atau ketiga dan seterusnya kalau dungunya tak kunjung sembuh, maka hasil akhirnya juga pasti beda dibanding rencana target pada upaya pertama. Â
Kembali pada contoh jomlo kita. Tahu bahwa gadis incarannya tak mungkin digaet, maka pada tahun 2021 dia mencoba mendekati gadis lain. Tentu dengan pendekatan yang beda.Â
Misalkan karena bantuan doa kita, jomlo terkasih itu sukses mempersunting gadis lain tahun ini, apakah kita bilang dia telah meraih "sukses yang tertunda"? Tidaklah, bro, dia tetap gagal tahun 2020. Tapi berhasil tahun 2021 denfan jalan cerita yang beda sama sekali.
Jangan ada pembaca yang berpikir artikel ini dianggit untuk menyemangati Mas Ozy dan Eja Guido. Dua tokoh jomlo teladan di Kompasiana. Tidak, sama sekali tidak. Sebab mereka berdua belum pernah berusaha mencari jodoh. Karena itu, mereka belum pernah gagal. (efte)
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H