"Tidak banyak perempuan yang seberani Yuni Shara: mengakui keriput, menyungguhkan usia, dan mengiakan sabar. Tatkala dirongrong oleh warganet, Yuni bertahan dalam tabah. Tidak sengak, tidak songong. Julid yang datang ia terima dengan tabah." ... ."Makdarit, belajarlah dari cara Yuni Shara merawat kesehatan batinnya." -Khrisna Pabichara.
Jika seorang lelaki berumur menyanjung seorang perempuan berumur, padahal antara keduanya tak ada relasi kemuhriman, pastilah ada alasan mendasar yang dapat dipertanggungjawabkan.
Halnya beda dengan seorang anak lelaki kecil yang menyanjung seorang perempuan tigapuluhan yang dipanggilnya ibu. Ya, itu ibunya. Tak perlu ditanya mengapa dia menyanjung ibunya. Kecuali penanya adalah seorang anak yang gemar memperkarakan ibunya lantaran sengketa warisan.Â
Begitulah.  Daeng Khrisna itu penyanjung wanita terbaik yang pernah ada di Kompasiana. Bacalah cerpen-cerpen, puisi-puisi, dan diari-diarinya. Semua menempatkan perempuan di atas kepala, di purnama yang dirindu. Kalau ada perempuan yang tak tersanjung ke langit ketujuh membaca anggitan puitis dan liris Daeng Khrisna, berarti  perempuan itu bukan istrinya.
Makdarit, manakala Daeng Khrisna tetiba menyanjung Yuni Shara sebagai perempuan yang sehat batin, dewasa dan tenang menghadapi segala cerca dan risak, timbul pertanyaan hiperkepo, ada apa di antara dua insan luhur itu? Mengapa pilihan Daeng Khrisna jatuh pada Yuni Shara untuk menganggit dan mengagihkan ikhwal kesehatan batin? Mengapa, misalnya, bukan Berta yang kecantikan batinnya tiada tara di mata Poltak?
Apakah benar alasannya semata keviralan tabah Yuni Shara atas segala e-teror Netizen Plus Namdua kepadanya? Â Sehingga Yuni Shara tepat menjadi model untuk kesehatan batin di dunia medsos yang kejam sekaligus cengeng? Â
Jika benar demikian alasannya, maka sanjungan Daeng Khrisna kepada Yuni Shara memang dapat dipertanggunghawabkan sebagai metode pembelajaran kesehatan batin. Â
Saya hiperkepo menelisik apa yang ada di antara Daeng Khrisna dan Yuni Shara karena rasa tanggungjawab. Daeng Khrisna adalah saribattangku, saudaraku, sehingga saya wajib memastikan dia selalu berada di tempat dan jalan yang benar. Jangan sampai, misalnya, salah jalan lalu masuk ke rumah Poltak. Ada Berta di sana.
Dengan menerapkan metode riset kualitatif, saya akhirnya bethasil menemukan apa saja yang ada di antara Daeng Khrisna dan Yuni Shara. Â Saya berangkat dari fakta Daeng Khrisna tinggal di Bogor dan Yuni Shara di Jakarta. Berangkat dari fakta itu, saya lalu memeriksa apa saja yang ada di antara kedua insan itu.
Melalui pengamatan mendalam, saya akhirnya menemukan adanya hal-hal berikut di antara Daeng Khrisna dan Yuni Shara. Ada jalan tol Jagorawi, jalan raya Cibinong, jalan raya Depok, jalur rel kereta api, jalan raya Parung, Kali Ciliwung, dan Kali Krukut. Juga ada banyak kendaraan bermotor, rumah, gedung, abeka hewan dan aneka tumbuhan. Juga, tentu saja, banyak penduduk Jakarta, Depok, dan Bogor.
Dengan temuan seperti itu, saya tiba pada kesimpulan bahwa di antara Daeng Khrisna dan Yuni Shara terdapat banyak benda fisik, tapi antara keduanya tidak ada hubungan sosio-emosional apapun. Dengan kesimpulan itu, saya bisa tertawa lega.Â
Daeng Khrisna ternyata baik-baik saja adanya.(*)
*Artikel ini menanggapi artikel Daeng Khrisna, "Belajar dari Yuni Shara dalam Merawat Kesehatan Batin" (K. 16.04.21)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H