"Ini kena guguran batu kemarin waktu ke Silosung, Gurunami." Â Kepada Guru Barita, Poltak menjelaskan asal-usul bebatan kain putih di kepalanya. Â
Saat naik merayapi tebing dari Silosung, tak sengaja nenek Poltak yang berada di depan menggugurkan batu sebesar buah kecapi.  Poltak yang berada di belakang  sudah diingatkan. Tapi dia tak sempat menghindar penuh. Tak urung, batu celaka itu menyambar jidatnya, meninggalkan  luka gores seluas kuku jempol tangan orang dewasa.
Pada luka itu, nenek Poltak menempelkan daun muda perdu simarhuting-huting yang telah diiles lembut di telapak tangan.  Lalu dibebat dengan sobekan bagian bawah kaus kutang bapak Poltak.  Praktis dan manjur.  Tak ada yang terlalu sukar di tengah alam bebas.
"Bah, begitu rupanya. Tinggal kau angkat bambu runcing, sudah macam pejuang kemerdekaan kau, Poltak." Guru Barita bergurau.
"Anak-anak, bawa ke depan hasil prakarya motor-motoran kalian. Â Semua kelompok, ya." Â
Kemarin, sewaktu Poltak bolos sekolah, Guru Barita telah menugaskan murid-murid kelas dua membuat prakarya motor-motoran. Orang Batak Toba menyebut kendaraan bermotor roda empat atau lebih sebagai motor. Jenis motor-motoran prakarya bebas. Â Boleh sedan, jip, oplet, bus, truk atau pun motor prah. Bahan pembuatannya boleh apa saja.
Guru Barita telah membagi kelas ke dalam lima kelompok prakarya menurut domisili. Â Kelompok Panatapan: Poltak, Binsar, dan Bistok. Kelompok Sorpea: Â Jonder, Adian, Â Togu, dan Dinar. Â Kelompok Binanga: Â Alogo, Berta, Gomgom, dan Tiur. Â Kelompok Hutabolon: Jojor, Â Marolop, dan Nalom. Kelompok Portibi: Â Poibe, Polmer, Risma, dan Saur. Â Tak perduli perempuan atau laki-laki, setiap kelompok harus membuat motor-motoran.
Kemarin siang, sepulang dari Silosung, Binsar dan Bistok menemui Poltak yang sedang asyik mengambar di halaman rumah neneknya. Â Dia mengambar nenek, bapak, dan dirinya sendiri sedang naik merayapi tebing dari Silosung.
"Kita ditugasi bikin prakarya motor-motoran, Poltak. Bagusnya bikin dari bahan apa, ya?" Â Binsar meminta pendapat.
"Kalau dari hodong, bagaimana?" Â Bistok mengusulkan bahan hodong, batang daun enau. Â
"Jangan hodong. Â Terlalu biasalah itu," tukas Poltak. Â "Kita bikin dari batang sanggar saja." Poltak mengusulkan bahan batang sanggar, pimping, yang banyak tumbuh di padang penggembalaan.