Karena itu pertanyaan penelitian, juga topik penelitian, adalah kunci. Â Tanpa dua hal itu, sampai dospem pensiun juga, skripsi tak akan pernah kelar.
Misalkan topik yang dipilih adalah akseptasi warga DKI Jakarta terhadap vaksinasi Covid-19. Â Berdasar itu dapat dirumuskan sejumlah pertanyaan menarik, sebagai pengarah bagi penelitian.
Pertama, bagaimana persepsi warga DKI Jakarta terhadap pandemi  Covid-19 dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi persepsi tersebut?
Kedua,  bagaimana akseptasi warga DKI Jakarta terhadap  vaksin Covid-19 dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat akseptasi tersebut?
Itu dua pertanyaan utama. Â Nanti, dalam bagian teori dan metode, pertanyaan-pertanyaan itu akan dielaborasi lagi menjadi sejumlah pertanyaan spesifik dan terukur.
Dengan adanya rumusan pertanyaan tadi, judul penelitian 100 persen sudah ada di tangan. Berdasar topik dan pertanyaan-pertanyaan utama itu, bisa dirumuskan judul penelitian semisal "Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Warga Jakarta terhadap Pandemi Covid-19 dan Akseptasi terhadap Vaksin Covid-19." Â
Kok, judulnya panjang. Â Tak masalah. Â Memang perlu detil. Â Soalnya itu judul proposal penelitian. Â Harus menggambarkan sekaligus topik dan pertanyaan penelitian.
Ingatlah pula, judul proposal penelitian itu sifatnya sementara. Â Nanti, setelah laporan atau skripsi selesai disusun, bisa dianggit ulang sehingga lebih menarik. Â Tidak kaku seperti itu. Â
Misalnya begini. Â "Menolak Vaksinasi Covid-19", sebagai judul utama. Â Lalu ada sub-judul, "Persepsi tentang Covid-19 dan Akseptasi Vaksin Covid-19 pada Masyarakat Jakarta." Â
Atau jika berdasar analisa data hasil penelitian misalnya ditemukan korelasi kuat antara tingkat pendidikan serta agama  dan tingkat akseptasi Covid-19, maka bisa juga dianggit judul yang menggoda, "Pendidikan, Agama, dan Penolakan Vaksin Covid-19 di Jakarta." Menarik, bukan?
***