Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Apa Bedanya Kompasiana dengan Bajaj?

20 Maret 2021   17:20 Diperbarui: 20 Maret 2021   19:07 933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bajaj standing dan terbang (Foto: pertamax7.net)

Itu pertanyaan dungu, sedungu-dungunya. Bisa menjawabnya, berarti lebih dungu lagi. Karena itu jangan dijawab.

Bukan itu pertanyaannya. Melainkan, "Apa persamaan Kompasiana dengan bajaj?" Nah, ini baru pertanyaan cerdas.  Bisa menjawabnya, berarti lebih cerdas lagi. Karena itu wajib dijawab.

Tapi mengapa pembandingannya dengan bajaj? Bukan dengan ibu-ibu berdaster naik motor?

Begini. Perilaku bajaj itu tak pernah bisa ditebak. Kapan dia tiba-tiba berhenti, ngepot kiri, ngepot kanan, atau putar balik di jalan, hanya Bang Bajaj dan Tuhan yang tahu. Penumpang hanya bisa pasrah teronggok di jok belakang.  

Beda dengan ibu-ibu berdaster naik motor. Kacau tapi bisa ditebak. Kalau nyalain sein kiri, berarti dia mau belok kanan. Sebaliknya, kalau nyalain sein kanan, berarti dia mau belok kiri. Kalau tak pakai helm, berarti dia habis keramas.  Gampang, kan?

Nah, akhir-akhir ini Kompasiana persis sama perilakunya dengan bajaj tadi. Tiba-tiba artikel hilang setelah ditayangkan. Atau tiba-tiba artikel sudah masuk karantina tanpa tahu apa masalahnya. Atau tiba-tiba label "pilihan" pada artikel dicopot. Atau tiba-tiba label "pilihan" dipasang lagi, lalu artikel jadi Artikel Utama.

Begitulah, nasib artikel yang dirayangkan di Kompasiana serba tak jelas. Sementara Kompasianer hanya bisa duduk teronggok cemas, "Jangan-jangan artikelku masuk karantina. Lalu dimusnahkan karena dinilai mengandung kata-kata toksik."

Usut-punya usut, Kompasiana ternyata sedang ujicoba sistem penyaring artikel. Untuk memilah artikel beracun dari artikel bermadu. Nah, artikel beracun, mengandung kata atau frasa toksik, otomatis masuk karantina untuk dievaluasi. Jika kandungan racunnya tergolong vaksin, lolos tayang. Tapi jika kandungan racunnya tergolong virus pandemik, ya, dimusnahkan. 

Intensinya baik. Untuk menjaga keamanan dan kenyamanan Kompasiana sebagai "Rumah Kita Bersama"?  Jangan sampai di rumah ini Kompasianer dicekoki artikel-artikel toksik yang mengandung virus dehumanisasi.  Keren, kan?

Ya, keren. Tapi, kan, Kompasianer jadi kebat-kebit. Takut artikelnya mendadak masuk karantina tanpa alasan jelas. Ah, santuy aja. Namanya juga sedang ujicoba. Salah itu biasalah. Ibaratnya ibu-ibu yang sedang ujicoba naik motor di jalan raya tiba-tiba nabrak gerobak bakso. Apa salahnya gerobak, coba.

Atau, ini. Abang Bajaj tiba-tiba ngerem. Lalu muka penumpang terlontar menabrak unyeng-unyeng Abang Bajaj sampai bibirnya jontor radial. Abang Bajaj cuma minta maaf sambil bilang lagi ujicoba rem pakem. Lha, apa salah bibir penumpang, coba.

Tapi benarkah seperti di atas  penjelasan soal karantina Kompasiana? Benar. Itu hanya salah jika dan hanya jika Admin Kompasiana memberikan penjelasan yang sebenarnya. Kapan? Tunggu sampai lele cukur misai.

Mungkin ada Kompasianer yang nyeletuk, "Ah, bosan ngomongin soal ini. Admin K bergeming." Eh, jangan lupa adagium ini, "Kebohongan yang diulang-ulang akan menjadi kebenaran." Secara logika, hal sebaliknya juga berlaku, dong, "Kebenaran yang diulang-ulang akan menjadi kebohongan."

Nah, kebenaran soal dampak karantina ini harus diulang-ulang supaya menjadi kebohongan, menjadi hoaks. Jika sudah menjadi hoaks, maka akan viral. Kalau sudah menjadi hoaks viral,  pasti Admin Kompasiana akan bikin klarifikasi. Bukankah begitu adat komunikasi warganet enam-dua?[ft]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun