"Saya tidak paham mengapa artikel ini ada di kanal diari (mungkin untuk ngeledek FT). Â Tapi jelas ini agihan supermanfaat. Pengalaman nyata, sumber belajar. Â Kalau artikel ini tidak AU, maka saya pantas mempertanyakan kompetensi dan komitmen Admin K. Serius saya, mah, Daeng Khrisna."
Itu komentar saya pada artikel Daeng Khrisna Pabichara, "Curah Rahasia Menulis Biografi: Catatan Proses Buku ke-39" (K. 17/02/20210. Itu bukan basa-basi. Itu serius.
Artikel itu benar-benar tidak jadi AU. Â Mandeg di label "Pilihan". Â Itu pun mungkin karena Daeng Khrisna sudah kelas verifikasi biru. Â Kalau masih hijau, mungkin jatuhnya tanpa label. Â Emangnya siapa Khrisna Pabichara. (Pertanyaan kurang ajar.)
Karena artikel itu tidak AU, maka saya penuhi janji, mempertanyakan kompetensi dan komitmen Admin K.
Pertama, soal kompetensi Admin K. Â Dibanding Admin K, mungkin saya lebih dungu soal kurasi artikel di Kompasiana. Tapi saya tidak terlalu dungu untuk bisa menilai artikel Daeng Khrisna itu sangat bermutu. Â Informatif, edukatif, dan (sedikit) menghibur. Â
Saya tak akan menantang Admin K menulis artikel sebagus itu, tapi saya menantang Admin K untuk menunjukkan kepada saya satu, ya, satu saja, artikel tentang proses kreatif menulis yang lebih baik dari itu. Â Jika bisa tunjukkan, saya tarik ucapan saya yang mempertanyakan kompetensi Admin K.
Komentar-komentar pembaca yang jujur merasa tercerahkan, mendapat manfaat, adalah salah satu  bukti nyata bahwa artikel itu memang bermutu tinggi.  Jauh lebih bermutu dibanding artikel-artikel AU yang sekadar mendaur-ulang tip-tip untuk sukses begini dan begitu.  Miskin keaslian, miskin kebaruan. Â
Artikel Daeng Khrisna itu asli, baru, lengkap, Â langsung dari pengalaman sendiri. Â Itu ringkasan kuliah penulisan biografi yang bisa empat kali pertemuan. Â Bukan daur-ulang, bukan plagiasi. Â Â
Itu artikel mahal, Mas dan Mbak Admin. Â Itulah alasannya mengapa saya mempertanyakan kompetensi Admin K dalam menilai mana artikel yang layak AU dan mana yang tidak. Â
Atau, apakah artikel itu terlarang AU karena ada foto buku biografi anggitan Daeng Khrisna di dalamnya? Â Mungkin dianggap promosi terselubung? Ah, itu terlalu berburuk sangka. Daeng Khrisna hanya menunjukkan bukti hasil proses kreatifnya. Takut dicap Engkong Felix cuma omong kosong. Takut dibilang, "No pic, hoax!"
Kedua, soal komitmen Admin K. Â Saya terus terang meragukan komitmen Admin K untuk mencerdaskan pembaca Kompasiana. Â Jika benar komitmennya begitu, maka pasti artikel yang mencerdaskan, informatif dan edukatif, seperti artikel Daeng Khrisna itu akan di-AU-kan. Â Agar tingkat keterbacaannya lebih besar, sehingga akan lebih banyak pembaca yang ikut tercerdaskan.Â
Atau mungkin Admin menilai artikel Daeng Khrisna itu membodohi atau mendungukan pembaca? Baiklah, tunjukkan pada saya dengan cara bagaimana artikel itu mendungukan pembaca.
Kalau ada artikel yang mendungukan, maka itu adalah artikel-artikel "bagaimana cara". Â Semisal bagaimana cara membuat anak, lima tip membuat CV yang memukau tapi bohong, tip menulis artikel agar langsung menjadi AU, dan hal-hal lain yang tak perlu-perlu amat. Â Anehnya, artikel-artikel semacam itu justru dapat label AU. Â
Tentu saja Admin K punya previlis untuk menentukan mana artikel "Tanpa Label", mana "Plihan" saja, mana AU, mana yang dihapus. Â Tapi kalau artikel Daeng Khrisna yang saya persoalkan itu tidak AU, maka saya harus katakan, "Itu previlis yang membunuh!"
Saya sebenarnya sudah berjanji tidak mengritik Admin K tahun ini. Â Tapi Admin K menurut saya sudah bertindak tidak profesional dalam kasus artikel Daeng Khrisna ini. Â Karena itu saya cabut janji saya. Â Sebab berharap Daeng Khrisna sendiri untuk protes, sama saja dengan menunggu kodok berjenggot.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H