"Besok saya minta laporan ketja kliping, ya?" Prof. Sayogyo berpesan pada hari kelima Poltak bekerja. Hah? Kliping ada juga laporan? Mau lapor apaan?
"Kamu bikin kategori, abstrak, dan analisa kliping berita." Begitu saran seorang senior. "Goblok kupiara! Kenapa sih tak terpikir olehku sebelumnya." Poltak merutuki diri.
Maka, jadilah seperti kehendak Prof. Sayogyo. Sepanjang minggu Poltak baca berita, bikin abstrak, bikin kategori (pertanian, pedesaan, kemiskinan), lalu analisis isi berita. Setiap akhir minggu hasilnya dilaporkan kepada Prof. Sayogyo.
Begitu berlangsung selama kurang lebih tiga bulan. Tukang insiniur bergiat sebagai tukang kliping berita koran. Bukan tukang sembarang tukang, sih. Tapi tukang kliping ilmiah. Keren, kan?
Sebagai tukang kliping ilmiah, Poltak mereguk ajar pengumpulan (seleksi) informasi atau data yang relevan, kategorisasi informasi, abstraksi informasi, analusis, dan penulisan laporan. Asal tahu saja, itu adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki seorang periset sosial. Â
Menjadi Tukang Riset
"Bisa riset evaluasi pompanisasi ke Subang? Bina Swadaya punya proyek pompanisasi di sana."
Itulah penugasan baru dari Prof. Sajogyo  untuk Poltak. Setelah tiga bulan berjibaku menjadi tukang kliping. Itu artinya Poltak lulus ujian dasar untuk menjadi periset sosial kelas pemula.Â
Kinerja Poltak sebagai tukang kliping dinilai memuaskan. Dia sudah punya modal dasar untuk jadi periset. Sebagai ajang pembuktian diri, Poltak langsung dikirim mekakukan riset empiris ke lapangan.
Itu artinya Poltak naik kelas dari tukang kliping menjadi tukang riset. Itu proses naik kelas yang tak terbayangkan sebelumnya. Â
Riset evaluasi pompanisasi itu dilakukan Poltak di Desa Sidajaya Subang. Sebulan lamanya. Metodenya kualitatif. Tanpa rancangan, tanpa kuesioner. Langsung hajar.