Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Perbantahan Dua Ekor Ular tentang Banjir dan Genangan di Hari Minggu

7 Februari 2021   18:58 Diperbarui: 7 Februari 2021   20:46 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa berbantah di hari Minggu, hari istirahat, hari wajib tenang. 

Ada tiga alasan. Pertama, karena pada hari Minggu pagi Daeng Khrisna Pabichara menganggit dan mengagihkan artikel menyoal beda banjir dan genangan. 

Kedua, pada hari Minggu ini Jakarta diguyur hujan yang berakibat entah banjir entah genangan, entah di sana entah di sini, sama saja.

Ketiga, ini perbantahan antara Ulara dan Ulari, dua ekor ular Jakarta yang sohor di Kompasiana.

Perbantahan Ulara dan Ulari terjadi di kolong satu jembatan di Jalan Thamrin Jakarta, sambil mengamati naiknya permukaan air sungai akibat hujan. Mereka baru saja membaca artikel Daeng Khrisna.

Ulara (Ra): "Gue gak setuju banget ulasan Daeng Khrisna tentang beda genangan dan banjir ini."

Ulari (Ri): "Sok banget, loe, Ra. Ingat, Daeng Khrisna itu nabi munsyi, lho. Nah, loe, apeh? Cuma ular gelandangan."

Ra: "Ular juga punya opini, Ri. Jadi ular jangan minderan, napeh! Gini, menurut gue Daeng Khrisna salah membedakan banjir dan genangan. Katanya, banjir itu air bergerak dakam volume lebih besar dari biasanya. Genangan itu air berhenti, parkir, di tempat yang biasanya kering."

Ri: "Ya, iyalah. Loe pikir apeh?"

Ra: "Nah, ini, ini. Ini otak ular yang gak kritis. Gak usah manyun gitu. Fakta. Gini. Menurut gue banjir dan genangan itu sama."

Ri: "Sama nenek, loe. Angkat tuh ekor loe. Udah mau kerendam banjir!"

Ra: "Eh, ya, terimakasih, Ri. Diingatken. Ya, sama, dong, Ra. Banjir itu genangan yang bergerak. Maksud gue, genangan potensil. Lihat ini sungai. Nanti dia akan menjadi genangan. Namanya laut."

Ri: "Lha, genangan?"

Ra: "Nah, genangan itu banjir yang berhenti. Banjir potensil. Seperti bendungan, itu genangan. Kalau jebol, nah, jadi banjir."

Ri: "Jadi, banjir adalah genangan potensil, genangan adalah banjir potensil?"

Ra: "Eh, apa gue bilang begitu tadi? Itu kesimpulan cerdas. Ternyata, loe lebih cerdas dari Daeng Khrisna, ya."

Ri: "Ra! Naik lebih tinggi! Ada genangan besar bergerak! Kita bisa hanyut!"

Ra: "Walah! Genangan bergerak ternyata sama bahayanya dengan banjir!  Tapi, ngomong-ngomong, kenapa kita berdua tak berenang-renang saja. Kayak anak-anak Jakarta itu, lho. Siapa tahu terpantau, Pak Anies."

Ri: "Berenang nenek, loe. Emang loe punya kaki dan tangan, apeh."

Ulara dan Ulari nyempil berpelukan -- aih, so sweet -- menghindari genangan bergerak di kolong jembatan. Sambil menyesali ular pertama yang telah memusnahkan kaki dan tangan mereka dulu di Taman Eden. (*)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun