Dalam bahasa Sosiologi Pembangunan, proses perubahan semacam itu disebut sebagai perubahan sosial bertahap. Sebagai contoh: Â komunitas terasing berkembang menjadi komunitas desa dan akhirnya komunitas kota.
Perubahan sosial evolutif semacam itu tak semata menyangkut struktur sosial, atau aspek materialis, tetapi juga aspek immateril, Â perspektif dan idiologi. Â Aguste Comte, Bapak Sosiologi, menyebutnya sebagai perubahan dari pola pikir teologis, ke metafisis, sampai positivis.Â
Secara khusus, pengertian biologis evolusi itu tak menunjuk perubahan gradual dari "kera" menjadi "manusia".  Russel H. Tuttle, Profesor Antropologi (University of Chicago) menegaskan -- dalam Britannica Encyclopedia -- bahwa evolusi manusia merujuk pada proses perkembangan manusia (Homo sapiens)  sejak dari primata-primata spesies Homo terdahulu  yang telah punah.  Jadi, bukan proses perubahan dari "kera" (bukan Homo sp.) menjadi "manusia" (benar Homo sp.).  Pandangan yang bahkan oleh Charles Darwin  sendiri tak pernah dikatakan.
Selanjutnya, pengertian konsep rasis (rasisme, rasialisme). Â Tentang hal ini, saya sudah bahas dalam artikel "Dari Ambroncius ke Pigai, Rasis atau Humiliasi?" (kompasiana.com, 29.01.2021). Â Ringkasnya, merujuk Audrey Smedley, Profesor Antropologi (Virginia Commonwealth University) dalam Britannica Encyclopedia, rasisme (atau rasialisme) adalah adalah "keyakinan bahwa manusia dapat dipilah ke dalam entitas biologis (ras) yang bersifat terpisah dan eksklusif." Juga diyakini "adanya hubungan kausal antara ciri fisik bawaan dan bobot personalitas, intelektualitas, moralitas, dan ciri budaya dan tatalaku lainnya."
Implikasipengertian itu, "diyakini bahwa, secara bawaan, beberapa ras tertentu lebih tinggi dibanding ras lainnya." Â Sebagai contoh, orang kulit putih (ras Kaukasoid) menganggap orang kulit kuning (ras Mongoloid) dan kulit hitam (ras Negroid) kasar, bodoh, dan barbar, sehingga harus hidup secara terpisah secara sosial dan geografis.
Perhatikanlah, tidak ada kaitan antara konsep evolusi dan rasisme. Â Evolusi, baik dalam pengertian biologis dan sosiologis berlaku sama untuk semua ras manusia, Homo sapiens. Dalam pengertian biologis, tidak ada satupun ras yang proses evolusinya lebih lambat atau lebih cepat dibanding ras lainnya.
Tapi, jika bicara tentang evolusi sosiologis, memang ada kesenjangan tingkatan evolusi, atau perkembangan sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Â Ras Kaukasoid secara umum lebih maju dibanding ras Mongoloin dan ras Negroid. Â Tapi, jelas itu bukan karena faktor ras. Â Melainkan faktor sosial-politik yang menciptakan kesenjangan struktural antara negara-negara Barat dan Timur, atau antara Utara dan Selatan, di masa lalu.
Hal itu terjadi juga di Indonesia, dalam bentuk kesenjangan sosial-ekonomi antara Wilayah Barat dan Wilayah Timur atau antara Jawa dan Luar-Jawa. Untuk waktu yang lama, sejak Orde Lama, pembangunan di Indonesia bersifat "Jawa Centris" atau "Barat Centris". Â Akibatnya, wilayah timur, khususnya Papua menjadi terbelakang.
***
Sekarang, markilik, mari kita ulik, apakah ujaran "Apa kapasitas kau? Sudah selesai evolusi belum kau?" yang dilontarkan Janda kepada Pigai termasuk kategori rasis atau rasisme? Perhatikanlah, secara biologis, konsep evolusi itu tak pandang ras, berlaku sama untuk semua manusia, Homo sapiens. Artinya, berlaku sama untuk Janda dan Pigai, juga untuk setiap manusia kini. Â Kita semua, yang menyebut diri "manusia", sedang mengalami proses itu. Ribuan tahun lagi ke depan, ciri biologis manusia dipastikan berbeda dari sekarang ini.
Implikasinya, ketika Janda bilang "Sudah selesai evolusi belum kau?" kepada Pigai, maka dia sejatinya sedang bicara hal serupa tentang dirinya sebagai sesama manusia. Jadi, memang tak ada kandungan rasis di situ. Apalagi jika diingat Darwin tak pernah bilang "manusia" berevolusi dari "kera."