Sekarang, mari kita terapkan konsep-konsep rasisme dan humiliasi itu pada kasus unggahan Ambroncius terkait Natalius.
Terlebih dahulu perlu ditegaskan dulu struktur interaksi Ambroncius-Natalius: antar-ras atau antar-persona? Secara spesifik bisa ditanyakan: Apakah unggahan Ambroncius didasarkan pada kesadaran bahwa dirinya adalah anggota ras Mongoloid (Malayan) yang dipersepsikannya lebih tinggi dibanding Natalius yang berasal dari ras Negroid? (Papua dan Melanesia).
Atau, pertanyaan spesifik kedua: Apakah unggahan Ambroncius mencerminkan kepentingan politik personal, dengan maksud menegasikan kepentingan politik personal dari Natalius?
Pertanyaan pertama itu mengindikasikan tindakan rasis, sedangkan pertanyaan kedua mengindikasikan tindakan humilisasi.
Celakanya, dalam kasus ini batas antara ras dan persona memang sangat potensil diterabas. Hal itu mengingat, di satu sisi, adanya gejala resistensi politik kekinian di Papua, daerah asal Natalius dan, di lain sisi, status Ambroncius sebagai anggota Tim Sukses Jokowi-Maaruf pada Pilpres lalu.
Dengan cepat bisa terlontar kategorisasi bahwa unggahan Ambroncius itu adalah tindakan rasis yang “dikendalikan” Pemerintahan Jokowi terhadap warga Papua. Dalam kategorisasi semacam itu, Natalius telah diposisikan atau memosisikan diri sebagai representasi Papua. Lontaran kategorisasi semacam itu sudah terjadi dari pihak Natalius.
Tapi benarkah unggahan “komik strip dialog Natalius dan gorilla tentang vaksin” itu kategori tindakan rasis? Sejauh fakta yang tersedia, yaitu unggahan Ambroncius, tidak ada indikasi menjurus ke rasisme.
Tidak ada kata kunci “Papua” dalam unggahan itu. Juga, tidak ada kata, frasa, atau gambar yang secara eksplisit (positif) merendahkan ras Negroid atau khususnya etnis Papua. (Saya sengaja mengesampingkan interpretasi subyektif di sini)
Penyandingan dan dialog antara Natalius dan Gorilla, dengan demikian, bukanlah indikasi tindakan rasis sejauh tidak dimaksudkan merendahkan etnis Papua atau ras Negroid. Juga sejauh Ambroncius tidak memosisikan diri sebagai ras Mongoloid yang lebih tinggi dan punya prasangka negatif terhadap ras Negroid.
Dengan kata lain, bisa dikatakan, tidak cukup data untuk menyimpulkan unggahan itu mengartikulasikan prasangka negatif ras Mongoloid kepada ras Negroid. Karena itu juga, tidak cukup data untuk mengkategorikan tindakan Ambroncius itu rasis.