Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Betul, Diari Itu Candu, Jauhi Dia (!)

25 Januari 2021   17:57 Diperbarui: 25 Januari 2021   20:22 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Silang sengketa Diari harusnya sudah selesai dengan terbitnya artikel Daeng Khrisna Pabichara, "Diari Itu Candu, Begitu Fatwa Engkong Felix" (K. 22.01.21). Engkong Felix sudah diam dan pasrah dikooptasi Daeng Khrisna dalam Sindikat Pemasaran Diari Kompasiana.  Sebab itu mengukuhkan tesisnya tentang operasi rahasia Konspirasi Diari di Kompasiana.  

Karena kooptasi cantik itu, Engkong Felix juga mengurungkan niat melancarkan aksi "vermack lepis" terhadap Gui, observer hantu yang telah menambah cemar nama Engkong Felix.  Soalnya, Gui telah memberi sanjungan untuk Engkong Felix dalam kemasan artikel diari ("Sebuah Diary untuk Kedua Guru Sosio-Pertanian di Kompasiana", K. 21.01.21).  Itu bukan seperti intan nyemplung ke tahi kerbau (pasti diobok), tapi ibarat bubur ayam disajikan dalam pispot.  Diangkat lalu dibanting! Sakitnya itu di tulang ekor, Gui.

Daeng Rudy-lah, agen Kamasutra itu,  yang kemudian mengusik perdamaian, atau sekurangnya keadaaan gencatan jemari, antara Engkong Felix dan Daeng Khrisna. Artikelnya, "Gegara Diari, Aku Terangsang (!), Gegara Engkong Felix, Aku Ternoda (!), Gegara Daeng Khrisna, Aku Gila (!)" (K. 24.01.21) membuat Engkong Felix palak, panas hatinya.  Itu seperti menusuk-nusuk pantat macan tidur pakai jarum goni, Kawan.  Habislah kau!

Terpicu oleh rasa palak tadi, Engkong Felix menilai perlu memberikan klarifikasi di sini mengapa dia menyebut diari sebagai candu, sehingga harus dijauhi.  Tolong dibaca pelan-pelan, cermat, dan teliti.  Agar tidak salah tangkap.  Nanti, gagal ketawa pula!

Satu: Diari itu persona tipe idealmu.

Di, Dia, Ari, Di Ari, atau Diari, terserah apa pun panggilan kesayangan yang kamu beri untuknya, tak bisa lain adalah persona idealmu.  Dia tak seperti istri, suami, atau pacarmu.  Juga tidak seperti kakek dan nenek, bapak dan ibu, ataupun kakak dan adikmu. Sebab kalau dia seperti itu, maka kamu tidak memerlukan kehadiran Diari, bukan?  Kamu bisa tumpahkan segenap isi kepala dan hatimu pada salah seorang dari mereka.

Tidak, Diari itu tipe idealmu, yang tak terwakili oleh orang terkasih atau terdekatmu. Karena itu, saat menumpahkan isi benak dan hatimu pada Diari, kamu pasti membayangkan satu sosok yang sangat ideal.

Engkong Felix memberi contoh, ya, sekadar contoh saja. Daeng Khrisna mungkin membayangkan seorang perempuan paruh-baya bernama Lemawati yang cerdas dengan kecantikan timur.  Aji membayangkan Mulan, yang dikiranya resultan Vonny-Raisa.   Guido membayangkan perempuan obsesinya, Dewi Kakartana. Bli Ketut, nah ini, diduga membayangkan Daeng Rudy.  Daeng Rudy membayangkan Mas Ozy.  Mas Ozy membayangkan, ah ini, susah, mungkin Engkong Felix, ya. (Gak banget, deh!)

Lihatlah, kata Engkong Felix, saat kamu menulis diari, kamu melupakan semua orang tercinta dan terdekatmu.  Kamu sibuk mencandui seorang atau satu sosok ideal yang tak akan pernah kau temukan dalam hidupmu yang baik-baik saja.  Tidakkah itu berbahaya, Kawan?

Dua:  Diari itu persona ikut maumu.

Kamu tidak bisa berkata-kata atau berbuat semaumu kepada orang-orang tercinta atau terdekatmu.  Juga tidak pada orangi yang tak kamu kenal, tanpa risiko jahitan luka bekas bogem di pelipismu.  Terlebih bila kamu seseorang yang takut pada istri, suami, atau pacar.

Itu sebabnya, kata Engkong Felix, kamu memerlukan seseorang dalam imajinasimu, seseorang atau sesosok yang bisa kamu perlakukan semaumu. Seseorang yang sudi menjadi drum sampah keluh-kesah, amarah, asmara, duka, bingung, dan bahkan dungumu.  Diari tidak akan pernah menolakmu, tidak menampik kata-katamu.  Sebab Diari itu sepenuhnya ada di bawah kuasamu, egomu.  Itu sebabnya kamu mencandunya.

Cobalah kamu perlakukan istri, suami, atau pasanganmu seperti memperlakukan Diarimu.  Kata Engkong Felix, mungkin dia akan buru-buru membawamu ke psikiater dengan dugaan menderita "Diary Disorder Syndrome."  Bahaya banget, tuh, Kawan.

Tiga:  Diari itu persona ketiga bagimu

Nah, ini yang paling berbahaya.  Kamu kecanduan mengisahkan segala rahasia hatimu kepada Diari.  Tapi kamu tak pernah terbuka kepada istri, suami, atau pasanganmu.  Artinya, kamu lebih percaya kepada orang atau sosok ketiga dalam hidupmu.  Itu ibarat menyulut sumbu mercon dalam mulut, Kawan.  Bisa dibayangkan bahayanya?

Diari itu bisa menjadi persona ketiga yang mercoki relasi kasihmu dengan isteri, suami atau pacarmu.  Kata Engkong Felix, itu jahat, Kawan.

Tapi lebih jahat akibatnya bagi seseorang yang masih jomlo.  Katakanlah Mas Ozy atau Guido. Ini cuma misal, ya.  Diari itu bisa menjadikan Ozy dan Guido menjadi jomlo lestari.  

Lho, kok bisa.  Yah, telat mikir, siapa pula gadis yang mau pacaran dengan seorang pemuda yang sudah punya orang ketiga di kepala dan hatinya.  Baru pacaran, sudah langsung punya madu. Dalam kasus Mas Ozy, orang ketiganya Engkong Felix pula. Ih, jijay, emangnya kite laki apaan.

Tiga perkara itulah, menurut Engkong Felix, hal yang menjadikan diari itu candu yang sangat berbahaya.  Karena itu, dia menganjurkan dengan sangat, "Jauhi Diari.  Dia candu.  Berbahaya!"

Saya, Felix Tani, sangat setuju dengan pendapat Engkong Felix.  Itu sebabnya saya menjauhi Diari.  Saya mengajak kamu juga untuk menjauhinya mulai dari saat selesai membaca artikel ini.  Tapi kalau kamu tetap tak mau lepas darinya, berarti kamu murid sejati Daeng Khrisna. Asal tahu saja, dia rajin minta traktir kopi pada Engkong Felix.(*)

*Dengan terbitnya artikel ini, maka silang sengketa diari antara Engkong Felix dan Daeng Khrisna telah selesai tanpa akhir. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun