Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menuju Tiga Karakter Bangsa: Komunikatif, Nasionalis, dan Mandiri

10 Februari 2021   15:31 Diperbarui: 11 Februari 2021   05:17 910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemetaan 18 Butir Karakter Bangsa dalam Logika Hubungan Antar-Variabel (Diolah Sendiri)

Sejak Desember 2020, sampai hari ini, saya terlibat dalam seri diskusi kelompok tentang "proyek pembentukan karakter bangsa" Indonesia.  Materi diskusi, untuk tahap pertama, adalah "18 Karakter Bangsa" bikinan Depdikbud tahun 2010.  Itu hasil sarasehan "Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa."  

Disebut sebagai "Kesepakatan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa", rincian 18 karakter bangsa itu adalah: (10 religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) nasionalisme, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13) komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, dan (17) tanggungjawab. Batasan atau pengertian tiap butir karakter itu silahkan simak pada lampiran artikel ini.

Delapanbelas karakter bangsa itu ditanamkan melalui proses pendidikan dasar sampai menengah di sekolah-sekolah.  Kurikulum Nasional 2013 telah mengintegrasikan 18 karakter itu sebagai sasaran proses pembelajaran.  Setelah tujuh tahun implementasi, harusnya sudah dilakukan evaluasi keberhasilan.  

Evaluasi diperlukan untuk menilai tingkat keberhasilan,  kendala, dan merumuskan penyempurnaan.  Sebab berdasar hasil survei SETARA Institute for Democracy and Peace (SIDP)  pada siswa SMA Negeri di Jakarta dan Bandung tahun 2015 misalnya, ditemukan  8,5% siswa setuju agar dasar negara diganti dengan agama dan 9,8% siswa mendukung gerakan Islamic State of Syria and Iraq (ISIS).  Jika pendidikan karakter bangsa berhasil, mestinya angka-angka itu harus lebih kecil untuk tahun 2020.

Tapi saya tidak terlalu optimis tentang hasil pendidikan karakter bangsa itu di jalur pendidikan formal dasar sampai menengah.  Fakta intoleransi, tawuran, kekerasan fisik dan psikis, dan kecurangan di sekolah-sekolah adalah satu alasan.  Alasan lain yang lebih mendasar adalah adanya masalah dalam rumusan 18 Karakter Bangsa itu.  Saya akan fokus pada masalah ini.

Variabel-Variabel Tak Setara

Pertama kali membaca 18 butir Karakter Bangsa itu, saya langsung melihat adanya masalah ketaksetaraan antar butir karakter.  Ada yang sangat abstrak, level kehidupan berbangsa, ada yang sangat kongkrit, level kehidupan individu.  Di tengahnya level kehidupan berkelompok.  

Sebagai contoh, bisa dibanding antara "gemar membaca" (individu), "komunikatif" (kelompok), dan "nasionalisme" (bangsa).  Itu tiga karakter yang tak setara, sehingga menyalahi prinsip kesetaraan dalam unsur-unsur karakter sosial.  Jika menyebut 18 butir Karakter Bangsa, maka harus dipastikan 18 butir karakter itu setara.  

Karena tidak sama arasnya, maka bisa diduga pendidikan karakter itu akan terkendala di sekolah.  Sulit bagi sekolah untuk masuk pada sosialisasi nilai-nilai, misalnya, toleransi, religius, demokratis, nasionalisme, dan cinta tanah air.  Tapi mungkin lebih mudah untuk sosialisasi nilai-nilai rasa i, ngin tahugemar membaca, jujur, disiplin, dan kreatif.  Karena itu masuk akal jika persoalan intolerasi dan perundungan misalnya masih marak di sekolah-sekolah.

Jumlah 18 butir karakter itu juga terlalu banyak dan bikin puyeng.  Jika Pancasila saja hanya ada lima, mengapa pula harus ribet menciptakan 18 karakter bangsa. Mengapa, misalnya, tidak fokus pada tiga karakter pokok, yang menjadi penciri Bangsa Indonesia, lalu 15 butir karakter lainnya diposisikan sebagai prakondisi?  

Pertanyaan itu mengantar saya pada penataan-ulang posisi 18 butir karakter bangsa itu dengan menerapkan pendekatan logika hubungan antar-variabel. Hasilnya, saya tiba pada tiga karakter pokok bangsa yaitu komunikatif, nasionalis, dan mandiri.  Saya akan jelaskan secara singkat di bawah ini.

Tiga Karakter Pokok: Komunikatif, Nasionalis, dan Mandiri

Saya telah memetakan 18 butir Karakter Bangsa itu ke dalam lima kategori variabel yaitu anteseden, dependen, moderasi, mediasi, dan independen. Perhatikan matriks elaborasi berikut ini.

Pemetaan 18 Butir Karakter Bangsa dalam Logika Hubungan Antar-Variabel (Diolah Sendiri)
Pemetaan 18 Butir Karakter Bangsa dalam Logika Hubungan Antar-Variabel (Diolah Sendiri)

Hasilnya, saya tiba pada tiga karakter pokok sebagai variabel dependen (dipengaruhi, ditentukan oleh sejumlah variabel lain) yaitu komunikatif, nasionalis, dan mandiri.

Karakter komunikatif ditentukan oleh kadar kecintaan pada perdamaian dan kepedulian sosial pada seseorang.  Tapi tingkatan dan kualitas komunikasi itu akan bervariasi menurut kadar toleransi dan demokrasi pada diri individu.

Nasionalisme ditentukan oleh tingkat kejujuran, disiplin, dan tanggungjawab.  Tapi tingkatan dan kualitas nasionalisme itu bervariasi menurut kadar kepedulian pada lingkungan dan kecintaan pada tanah air.

Sedangkan kemandirian ditentukan oleh tingkat keingin-tahuan, kegemaran membaca, dan penghargaan terhadap prestasi.  Namun tingkatan dan kualitas kemandirian bervariasi pula menurut kreativitas dan kerja keras seseorang.  

Di depan semua itu ada religiositas sebagai variabel anteseden.  Religiositas menjadi inspirasi pada setiap variabel itu, sehingga pada akhirnya karakter komunikasi, nasionalisme, dan kemandirian tidak bertentangan dengan nilai-nilai religi yang dianut. Tapi religi juga tak menjadi sumber eksklusivitas komunikasi, penegasian nasionalisme, dan egoisme (separatisme) dalam kemandirian.

Saran Refocusing Pendidikan Karakter Bangsa

Berdasar paparan di atas, saya menyarankan kepada Kementerian Pendidikan untuk refocusing pendidikan karakter bangsa di sekolah. Cukuplah fokus pada tiga karakter pokok:  komunikatif, nasionalis, dan mandiri.  

Semua aspek pembelajaran diorientasikan pada pencapaian tiga kualitas atau karakter itu pada peserta didik.  Sedangkan 15 butir karakter lainnya diposisikan sebagai prasyarat dan prakondisi untuk pembentukan tiga karakter pokok itu.  Semua itu sudah harus built-in dalam kurikulum dan regulasi pembelajaran.

Pada ujungnya, jika hendak mengevaluasi keberhasilan pendidikan karakter bangsa, cukuplah mengukur kemampuan komunikasi, nasionalisme, dan kemandirian peserta didik.  Tiga karakter ini, jika benar bisa terbentuk pada diri individu peserta didik, menurut saya bisalah mengantar kita pada pencapaian Indonesia Emas 2045.

Pada akhirnya, perlu disampaikan, paparan ini adalah pemikiran pribadi dan tidak ada klaim bahwa ini suatu kebenaran.  Suatu diskusi dibutuhkan untuk mendapatkan pemikiran terbaik.  Itu sebabnya saya menganggit dan mengagihkan artikel ini.(*)

Lampiran: 18 Karakter Bangsa menurut Kementerian Depdikbud RI (2010)

  1. Religius, yakni ketaatan dan kepatuahan dalam memahami dan melaksanakan ajaran agama (aliran kepercayaan) yang dianut, termasuk dalam hal ini adalah sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama (aliran kepercayaan) lain, serta hidup rukun dan berdampingan.
  2. Jujur, yakni sikap dan perilaku yang menceminkan kesatuan antara pengetahuan, perkataan, dan perbuatan (mengetahui apa yang benar, mengatakan yang benar, dan melakukan yang benar) sehingga menjadikan orang yang bersangkutan sebagai pribadi yang dapat dipercaya.
  3. Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan terhadap perbedaan agama, aliran kepercayaan, suku, adat, bahasa, ras, etnis, pendapat, dan hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar dan terbuka, serta dapat hidup tenang di tengah perbedaan tersebut.
  4. Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku.
  5. Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukkan upaya secara sungguh-sungguh (berjuang hingga titik darah penghabisan) dalam menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan, dan lain-lain dengan sebaik-baiknya.
  6. Kreatif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya.
  7. Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. Namun hal ini bukan berarti tidak boleh bekerjasama secara kolaboratif, melainkan tidak boleh melemparkan tugas dan tanggung jawab kepada orang lain.
  8. Demokratis, yakni sikap dan cara berpikir yang mencerminkan persamaan hak dan kewajiban secara adil dan merata antara dirinya dengan orang lain.
  9. Rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap, dan perilaku yang mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang dilihat, didengar, dan dipelajari secara lebih mendalam.
  10. Semangat kebangsaan atau nasionalisme, yakni sikap dan tindakan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau individu dan golongan.
  11. Cinta tanah air, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa bangga, setia, peduli, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, budaya, ekomoni, politik, dan sebagainya, sehingga tidak mudah menerima tawaran bangsa lain yang dapat merugikan bangsa sendiri.
  12. Menghargai prestasi, yakni sikap terbuka terhadap prestasi orang lain dan mengakui kekurangan diri sendiri tanpa mengurangi semangat berprestasi yang lebih tinggi.
  13. Komunikatif, senang bersahabat atau proaktif, yakni sikap dan tindakan terbuka terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun sehingga tercipta kerja sama secara kolaboratif dengan baik.
  14. Cinta damai, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan suasana damai, aman, tenang, dan nyaman atas kehadiran dirinya dalam komunitas atau masyarakat tertentu.
  15. Gemar membaca, yakni kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk menyediakan waktu secara khusus guna membaca berbagai informasi, baik buku, jurnal, majalah, koran, dan sebagainya, sehingga menimbulkan kebijakan bagi dirinya.
  16. Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar.
  17. Peduli sosial, yakni sikap dan perbuatan yang mencerminkan kepedulian terhadap orang lain maupun masyarakat yang membutuhkannya.
  18. Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa, negara, maupun agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun