Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kompasianer Mendapat Gaji Bulanan

7 Januari 2021   17:07 Diperbarui: 7 Januari 2021   17:14 1187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari tribunnews.com

Jelas di sini, kriteria jumlah UV, dulu 3,000 UV sekarang 1,500 UV, bukan kriteria yang adil. Sebab berlaku sama untuk artikel bermutu rendah, sedang, dan tinggi.  Kompasianer akan berpikir, untuk apa menulis artikel bermutu, jika dengan hanya menulis artikel bermutu rendah dengan judul bombastis bisa mendapatkan status terpopuler dan, karena itu, UV besar.  Hal seperti ini akan menyebabkan demotivasi pada Kompasianer serius, yang terbiasa menulis artikel bermutu tinggi.

Memang, untuk jangka pendek, artikel-artikel bermutu rendah atau sedang yang populer itu bisa mengangkat angka pv dan UV Kompasiana.  Tapi jangka panjang, hal itu akan mendegradasi mutu Kompasiana dan mendevaluasi nilai monetisasi, sehingga pembaca akan beralih ke media lain.  Jika itu terjadi, maka Kompasiana akan tutup buku, dan rekan-rekan Min K mungkin akan dimutasi menjadi tukang sunting.

Jadi, logikanya begini. Jika Kompasianer digaji, maka mereka memiliki kewajiban untuk menulis artikel bermutu tinggi secara rutin untuk Kompasiana.  Jika jumlah artikel bermutu tinggi semakin banyak, maka angka pv dan UV Kompasiana meningkat.  Jika pv dan UV semakin tinggi, maka nilai monetisasi Kompasiana juga semakin tinggi.  Itu namanya pertumbuhan.  Bukan stagnasi, seperti kinerja Kompasiana tahun 2017-2020.

***

Bagaimana skema penggajian Kompasianer? Ah, gampang.  Lazimnya penggajian, dasarnya pangkat dan kinerja.  Pangkat di Kompasiana sudah ada, mulai dari Debutan, Junior, Taruna, Penjelajah, Fanatik, dan Senior.  Mestinya pangkat itu bukan untuk gagah-gagahan.  Tapi bisa dikonversi ke dalam nilai uang, katakanlah sebagai "gaji pokok".  Paling kecil, gaji pokok Debutan dan paling besar Maestro (baru satu Kompasianer).  Bisa juga diberi batasan, sebagai ukuran loyalitas, Kompasianer yang dapat dipertimbangkan untuk digaji harus minimal Penjelajah.  Jadi jumlah yang berpeluang digaji akan lebih kecil.,

Apakah Kompasianer Penjelajah, Fanatik,dan Maestro otomatis akan mendapatkan gaji pokok bulanan?  Oh, tidak, enak aja.  Min K harus membuat kriteria eligibilitas untuk menentukan kelayakan Kompasianer mendapat gaji bulanan.  Misalnya:  harus terverifikasi; menulis minimal 5 artikel per minggu, dengan kriteria mutu dan topik artikel yang ditentukan oleh Min K; dan aktif dalam interaksi antar-Kompasianer.  Silahkan Min K tambahkan syarat  "keharusan" lainnya.

Karena sudah digaji, maka Kompasianer tentu harus tunduk pada aturan main.  Misalnya, status "bergaji"-nya bisa dicabut jika tidak menunjukkan kinerja minimal 5 artikel bermutu per minggu.  Atau, jika merasa tidak nyaman terikat, Kompasianer bergaji bisa saja mengundurkan diri.  Ada hak, ada pula kewajiban, bukan?,

Jika untuk tahap pertama yang bisa dipertimbangkan untuk mendapat gaji bulanan adalah Kompasianer Terverifikasi (biru), maka jumlahnya hanya 548 orang Kompasianer.  Jika disaring lagi menggunakan kriteria pangkat Penjelajah, Fanatik, dan Maestro maka jumlah itu mungkin tinggal 250 orang Kompasianer. Disaring lagi dengan kriteria TPPA, interaksi, dan lain-lain mungkin jumlahnya tinggal 100 orang saja.  

Pertanyaaannya sekarang, jika per Kompasianer Bergaji itu dibayar Rp 2 juta/bulan (20 artikel), apakah terlalu berat bagi Kompasiana untuk mengalokasikan dana gaji Rp 200 juta per bulan?  Pikirkan berapa pv dan UV dan tambahan pendapatan yang diperoleh Kompasiana dengan membayar "sekecil" itu.  

Mungkin ada yang protes.  Tak adil itu untuk Kompasianer Tervalidasi dan Non-Validasi, juga untuk mereka yang berpangkat Debutan , usampai Taruna. Hadeuh, usaha dong yang lebih keras, biar naik kelas.  Masa baru masuk kerja langsung menuntut hak seperti direktur?

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun