Kolaborasi hantu itu luar biasa. Hal itu pernah terjadi antara sesosok kakartana dan sesosok kuntilanak. Kejadiannya di sebidang hutan di Manggarai, Nusa Tenggara Timur.
Motif kolaborasi itu adalah kesumat Lana, panggilan akrab (kunti)lana(k) kepada seorang lelaki tampan, petani cengkeh yang rajin bekerja.
"Kejahatannya apa, Lana?" tanya Tana, panggilan sayang (kakar)tana, bersimpati.
"Dia membuatku jatuh cinta termehek-mehek padanya. Setelah aku menyatakan cintaku padanya, eh, Â dia malah lari menjauhiku."
"Wah, kurang ajar. Laki-laki macam itu memang harus diberi pelajaran."
Tana dan Lana nenyusun siasat. Mereka mengintai di tepi hutan, di gigir kebun cengkeh. Rencananya, begitu laki-laki itu muncul di kebun, Tana akan menggodanya masuk hutan, lalu memerah habis kelakiannya.
Jam demi jam, hari demi hari, Tana dan Lana tabah menunggu lelaki target mereka. Tapi satu purnama berlalu, lelaki itu tak kunjung muncul.
"Terakhir dia di mana?" Tana mulai tak sabar menahan hasratnya.
"Di tahanan polisi. Tuduhan pencurian anak babi milik calon mertua." Lana polos lugu.
"Oi, mak. Pantesan. Tak mungkinlah dia ke sini!" Tana agak emosi.
"Mungkin saja. Dulu pelaku kejahatan macam itu langsung bebas lepas. Uang berbicara."
"Itu dulu, Lana. Waktu harga cengkeh masih tinggi dan presidennya belum Jokowi."
"Apa hubungannya?"
"Kalau harga cengkeh anjlok, gak ada duit buat nyogok. Kalaupun punya duit, polisi mikir tujuh kali terima sogok. Bisa digigit Jokowi dia, dengan caranya sendiri."
"Digigit?"
"Au ah, gelap. Makanya baca lapak politik di Kompasiana. Sekurangnya kamu bisa apdet perkembangan politik terakhir, walaupun menyesatkan."
Tana kesal, lalu terbang meninggalkan Lana bengong sendiri. "Mending cari target pembalak liar saja," rancang Tana.
Kolaborasi hantu bubar, gagal total.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H