Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Novel "Poltak": Sebuah Proyek Kenthirisme

16 Oktober 2020   21:22 Diperbarui: 17 Oktober 2020   04:57 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Novel "Poltak", bagiku, adalah sebuah proyek kenthirisme.  Persisnya, dia sebuah proyek penulisan novel dengan metode kenthirisme.  Ini adalah metode "tanpa-metode", sebuah proses penulisan novel yang sepenuhnya anarkis.

Pembaca novel "Poltak" di Kompasiana mungkin bertanya mengapa novel ini tidak ada plot ceritanya. Tidak jelas berangkat dari titik mana, lewat mana saja, dan mau ke mana tujuannya.  Serba acak, lompat-lompat, bahkan jumpalitan.

Jika aku harus menjawab pertanyaan itu, maka harus kukatakan di sini, aku juga taktahu  plot novel itu. Juga tidak tahu di mana titik berangkatnya, jalan mana yang dilalui, dan di mana ujung kisahnya. Serius. Benar-benar tidak tahu.

Sampai artikel ini ditulis, aku sudah menganggit 20 episode novel "Poltak".  Tapi semua itu bukan berdasar sebuah rencana penulisan. Tidak ada kerangkanya. Bebas lepas saja. Setelah menulis episode #001, aku  tidak pernah merencanakan episode #002. Begitu terus-menerus.

Setiap episode novel "Poltak" adalah buah serendipitas, temuan tak terduga pada saat aku menulis. Sungguh, aku sebelumnya tak pernah tahu akan bagaimana awal dan akhir dari setiap episode.  

Bahkan sampai sekarang, paragraf penutup setiap episode itu kuanggap bersifat sementara. Sewaktu-waktu aku bebas mengubahnya.

Kalau demikian halnya, apakah novel "Poltak" masih bisa disebut novel? Aku tidak tahu. Tapi aku yakin sedang menulis sebuah novel. Hanya saja, aku belum tahu akan seperti apa jalan ceritanya dan di mana ujungnya.  

Proses penulisan novel "Poltak" bagiku adalah riset dan penemuan terus-menerus. Dalam proses itu ada serendipitas-serendipitas kecil, temuan-temuan tak terduga. Semua itu memberi isi dan bentuk terhadap setiap episode dan, pada akhirnya, terhadap keseluruhannya.

Aku percaya pada kekuatan intuisi dan imajinasi. Dengan rambu-rambu logika, etika dan estetika, aku yakin intuisi dan imajinasi akan menuntunku  mewujudkan bangunan utuh novel "Poltak". Walau untuk sekarang ini, aku belum punya gambaran jelas tentang struktur, isi dan intensi novel.

Sampai hari ini, aku sudah menaja episode #020. Besok atau lusa, atau mungkin beberapa hari ke depan, aku yakin akan menulis episode #021.  Tapi apa dan bagaimana isi episode #021 itu, aku belum tahu. Intuisi dan imajinasi akan menuntunku untuk menemukan dan mewujudkannya sebagai teks.  

Begitulah metode kenthirisme bekerja. Dia membiarkan intuisi dan imajinasi menuntun logika, etika dan estetika, sampai tulisan menemukan bentuknya sendiri.  Novel "Poltak" itu seperti sebuah sungai yang akan menemukan bentuknya hanya setelah bermuara di laut.(*)
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun