"Poltak! Ayo, berangkat!" Teriakan Bistok mengagetkan Poltak yang sedang makan siang di dapur. Â Sempat dia tersedak sedikit. Â
Kemarin Poltak, Binsar dan Bistok bersepakat ikut panen gorat, mangga hutan, ke rimba Sibatuloting. Mereka ikut dalam satu rombongan bersama Togu, Ramot dan Marihot. Ketiganya anak-anak kelas lima Sekolah Dasar. Â
Kepala rombongan adalah Hotman, abang Si Bistok. Di Panatapan anak kecil tidak boleh pergi ke hutan tanpa kawalan orang dewasa. Â
Beberapa hari terakhir, warga Panatapan menemukan beberapa buah gorat di pancuran. Buah-buah itu terbawa aliran air irigasi dari hutan. Pertanda pohon gorat Sibatuloting sudah siap panen.
"Ayo, aku siap," Poltak bergabung dengan rombongan yang sudah menunggu di depan rumah. Seperti yang lain, dia membawa hadang-hadangan, tas cangklong anyaman mendong untuk wadah buah gorat. Juga sebilah parang, barangkali diperlukan untuk meneroka jalan di hutan.
Perjalanan dari Panatapan ke rimba Sibatuloting makan waktu kurang lebih dua jam. Jalurnya menyusur tanggul tali air, saluran irigasi tradisional yang berpangkal di Sibatuloting. Tali air itu satu-satunya sumber pengairan sawah, sekaligus air bersih, untuk Panatapan.
Menurut cerita kakek Poltak, tali air itu dibuka oleh para warga perintis Panatapan dan, sebagian, warga perintis di Toruan. Kakek Poltak, salah seorang dari para perintis, waktu itu didaulat sebagai pemimpin pembukaannya.
"Hati-hati. Jangan sampai terpeleset. Nyawa melayang." Hotman mengingatkan saat rombongan melewati ruas tanggul tali air di salingsing, tebing batu curam. Pada ruas itu tali air dibangun dengan menakik tebing batu, sekitar limapuluh meter tingginya dari dasar salingsing.Â
Berada di sisi selatan tali air, dasar salingsing itu adalah sebuah ngarai. Â Itulah ngarai Siarimo, lembah hijau yang dialiri sungai kecil yang melewati Losung Aek di Toruan, sebelum bermuara jauh sebagai air terjun di pantai timur Danau Toba.Â
Dinamai Siarimo karena, kata para orangtua, ekor ngarai itu, di bawah Sibatuloting, adalah jalur lintasan penyeberangan harimau dari hutan Simarnaung di utara ke rimba Simanukmanuk di selatan.
Pada musim kemarau, ngarai Siarimo dimanfaatkan warga Panatapan sebagai lajangan, tempat kerbau dilepas bebas merumput. Pagi dilepas, sore dijemput.