Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Poltak #017] Perang Pamuro di Sawah

8 Oktober 2020   15:29 Diperbarui: 13 Oktober 2020   13:11 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Disain sampul: FT; Foto: erabaru.com


Padi sawah di Panatapan telah memasuki umur matang susu.  Persawahan di lembah selatan kampung menjadi permadani hijau pupus, terhampar luas berombak-ombak. 

Di atasnya rombongan-rombongan gelatik terbang turun-naik, berputar-putar mengitari hamparan persawahan. Manakala situasi aman, rombongan itu turun hinggap menyesap cairan susu dari bulir-bulir padi.  Lalu terbang lagi bila sudah kenyang, atau diusir pemilik sawah.  

Serombongan besar gelatik turun menukik dari langit pagi.  Tampak seperti formasi semburan seratusan peluru kendali mini dari pesawat angkasa luar.  Siap meluluh-lantakkan hamparan bulir-bulir padi milik kakek Poltak.

"Ueee!"  Poltak berteriak panjang, sekeras-kerasnya, menghalau dari atas dangau.  Rombongan gelatik itu mendadak naik kembali, menyembur seperti hujan peluru ke arah barat, menuju areal persawahan Binsar.

Senyampang gelatik pergi menjauh, Poltak menuang kopi asli bikinan neneknya dari termos ke cangkir kaleng. Harum uap kopi menyusup jauh ke ruang paru-parunya, membuat kedua matanya belalak. 

Itulah maksud kopi.  Pamuro, penjaga tanaman padi dari serbuan hama gelatik, pantang tertidur saat mamuro.  Bisa hajap, hancur habis, padinya.

"Oeee!"  Binsar berteriak mengusir rombongan gelatik yang menukik mendekati sawahnya. Urung hinggap, rombongan burung itu naik lagi, belok kanan menghambur ke arah utara, menuju sawah Bistok.  

Poltak mengunyah pelan singkong rebus hangat, bekal yang disiapkan neneknya.  Lalu didorong dengan seteguk kopi hangat manis.  "Sedaplah tinggal bersama ompung," bathinnya.

Poltak sudah aman dan nyaman kembali tinggal bersama kakek-neneknya. Pelariannya dari rumah bapak-ibunya di Robean tak berbuntut. "Biar sajalah dia tinggal bersama ompungnya,"  Amani Poltak menyerah sudah. Dalihnya kepada Nai Poltak, "Kelak kalau ompungnya sudah mati, dia pasti  kembali kepada kita."

"Ueee!"  Di utara, Bistok berteriak mengusir rombongan gelatik tadi.  Semburan peluru-peluru berkepala putih berbadan merah itu berbelok ke timur, membuat lintasan setengah lingkaran untuk kembali ke sawah kakek Poltak.

Begitulah perang para pamuro di sawah.  Rombongan gelatik terbang di langit adalah semburan peluru yang dikendalikan dengan teriakan.  Dengan teriakan keras, Poltak bisa mengalihkan semburan peluru itu ke sawah Binsar, Bistok, dan lainnya. Begitu pun sebaliknya. Baku sembur peluru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun