Suatu hari di akhir 1980-an, saya bertanya pada Pak Arief Budiman (alm.), "Apa ukuran mutu sebuah tulisan?" Jawabannya sederhana, "Tulisan bermutu tinggi itu hasil produksi. Sedangkan tulisan bermutu rendah itu hasil reproduksi."
Maksud Pak Arief begini. Produksi itu menghasilkan sesuatu yang baru dan asli. Karena itu, jika suatu tulisan meruakan hasil produksi, maka dia menawarkan suatu kebaruan (novelty) dan keaslian (otentisitas). Itu namanya bermutu tinggi.
Sebaliknya reproduksi itu menghasilkan sesuatu yang bersifat pengulangan, seperti yang sudah ada sebelumnya, dan karena itu tiruan. Suatu tulisan, jika merupakan hasil reproduksi, maka tidak akan menawarkan suatu kebaruan ataupun keaslian. Itu namanya bermutu rendah.
Sekarang, coba kenakan batasan konsep produksi dan reproduksi seperti di atas terhadap artikel-artikel politik di Kompasiana. Segera akan didapati fakta bahwa umumnya, saya katakan umumnya, artikel politik di Kompasiana adalah hasil reproduksi. Karena itu, konsisten dengan ukuran dan batasan di atas, saya harus katakan mutu artikel politik di Kompasiana umumnya rendah.
Tentu saya harus mempertanggungjawabkan penilaian "bermutu rendah" itu. Agar para penulis artikel politik di Kompasiana bisa membela diri atau, kalau mau, menunjukkan kesalahan pada kesimpulan saya. Itu sesuai prinsip transparansi dan akuntabilitas. Â
Begini. Mohon perhatikan dengan seksama. Artikel-artikel politik di Kompasiana umumnya adalah respon terhadap berita-berita terbaru di bidang politik. Terutama berita-berita yang menjadi tren di jagad media. Tidak masalah, sebenarnya. Karena artikel politik yang laku adalah yang menyajikan topik aktual.
Menjadi masalah karena artikel-artikel politik di Kompasiana itu miskin atau bahkan tanpa kerangka pikir. Maksud saya, eksplisit ataupun implisit, umumnya tidak ada teori atau bahkan sekadar konsep yang digunakan untuk membingkai fakta, lalu menganalisis dan menarik kesimpulan sah darinya.
Akibatnya artikel-artikel politik di Kompasiana terbaca selayaknya kliping berita-berita politik yang dicomot dari media-media arus utama. Semacam "gunting - tempel" di masa lalu, atau "salin - tempel" (copy -- paste) di masa kini. Â Di sela-sela format "salin - tempel" itu kemudian menyelipkan opininya. Â Untuk mencoba memastikan bahwa artikel itu adalah opini.
Karena tidak dibingkai dengan suatu kerangka pikir, atau teori, atau sesuatu konsep, maka artikel-artikel politik itu tidak memiliki "posisi analitik" (standing point). Dengan kata lain, mengambang. Akibatnya, sering tidak ada kesimpulan yang kuat, dalam arti dapat dipertanggungjawabkan.
Bahkan sering ditemukan artikel-artikel yang tidak punya kesimpulan. Artikel hanya ditutup dengan kalimat atau frasa seperti "kita tunggu perkembangan selanjutnya", "belum jelas arahnya", "tergantung bagaimana kebijakan pemerintah" dan lain-lain yang semacam itu. Jika sebuah artikel memiliki "posisi analitik", maka pasti dia akan ditutup dengan sebuah kesimpulan yang kukuh.
Sampai di sini, sudah cukup jelas kiranya kualitas reproduktif pada artikel-artikel politik di Kompasiana? Dalam kalimat yang lebih gamblang, artikel berpola "salin - tempel", tanpa bingkai kerangka pikir, teori atau konsep, tidak lebih dari reproduksi berita-berita politik di media-media arus utama. Artinya, jika sudah membaca berita politik di media arus utama, maka tidak perlu lagi membaca artikel politik di Kompasiana. Sebab isinya sama saja, tak ada kebaruan apalagi keaslian. Â
Bagaimana pun juga, kesimpulan bahwa artikel-artikel politik di Kompasiana adalah artikel reproduksi dan karena itu bermutu rendah, harus dibaca sebagai sebuah hipotesis. Saya akan sangat bergembira apabila rekan-rekan Kompasianer penulis artikel politik dapat mematahkan hipotesis ini. Â
Satu hal, tidak ada intensi merendahkan di sini. Saya hanya bermaksud menebar semangat untuk berdiskusi dan berargumen, demi pencapaian kualitas literasi yang tinggi. Setidaknya di Kompasiana. Itu saja.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H