Begitu mendengar babi milik nenek Poltak menguik keras, karena dibekuk ketat, anak-anak Panatapan langsung datang berkumpul. Termasuk Binsar dan Bistok, tentu saja.
"Kenapa babi dikebiri, Inangtua," Binsar bertanya. Â Nenek Poltak terbilang inangtua, ibu tua, untuknya. Â
"Agar cepat gemuk," jawab nenek Poltak lugas.
"Bisa begitu, ya, Ompung?" Â Poltak menyidik.
"Iya. Â Kalau tak dikebiri, ini babi mikir betina terus sampai kurus." Â Nenek Poltak meyakinkan.
"Sampai kurus, Inangtua?" Â Bistok heran. Nenek Poltak juga terhitung inangtua, ibu tua untuknya.
"Iyalah. Seperti abangmu Si Hotman. Â Mikirnya perempuan terus. Tapi sampai tua tak kawin-kawin juga. Kuruslah dia," sambar Binsar nyinyir.
"Hus! Jaga mulutmu!" Nenek Poltak melotot pada Binsar.
"Amanguda Gomgom, abang Si Binsar, gemuk sekali. Â Dia dikebiri, ya, Ompung."
"Bah! Â Kau juga, Poltak! Jaga mulutmu itu!" bentak kakek Poltak yang sedari tadi mengamati dari teras rumah. Â
Sebagai sesama mahluk berbiji dua, kakek Poltak tidak mau mengebiri babi. Â Ngeri. Ngilu benar dia membayangkan dua biji kejantanan itu dirogoh lalu dicopot dari kantongnya.