"Aturannya begini. Â Kita hitung sama-sama. Â Siapa yang hitungannya lebih besar, berarti dia menang," Poltak menerangkan aturan main.
Semua anak, dari dua pihak, setuju. Â
Poltak lalu menuntun anak Si Tingko ke arena tanding. Bertujuh mereka, anak-anak Panatapan dan Toruan membentuk lingkaran mengelilingi anak kerbau itu.
"Tongam. Kau yang menantang tadi. Kaulah duluan maju!" kata Binsar.
Tongam maju dengan pongahnya. Â Dia merangkul kuat-kuat kepala anak Si Tingko. Â
"Siap!" Â Tongam memberi aba-aba.
"Satu, dua, tiga, ...," Â keenam anak lainnya mulai menghitung sama-sama.
Merasa mendapat sasaran empuk, anak Sitingko langsung menyeruduk Tongam.Â
Tongam menahan kepala anak kerbau itu sekuat tenaga. Wajahnya mulai memerah. Â Tanda dia mengerahkan tenaga habis-habisan.
"Duapuluh satu, duapuluh dua, duapuluh tiga ..."
Wajah Tongam merah total seperti bara api. Nafasnya mulai tersengal. Â Jika kulit mukanya terbuat dari karet balon, mungkin sudah meledak.