Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Cinta Mati Poltak kepada Gula Aren

2 September 2020   15:58 Diperbarui: 2 September 2020   18:30 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potongan gula aren untuk pemanis kopi atau teh (Dokumen Poltak)

Kedua, produk asli lokal.  Gula aren di Indonesia adalah produk lokal.   Ini adalah Buatan Indonesia asli.   Ini sesuai dengan niat Poltak untuk mencintai produk dalam negeri sendiri.  Terlebih produk yang dihasilkan para petani yang tinggal di lereng-lereng gunung di pelosok negeri ini.

Apalagi di masa sekarang, masa pandemi. Semangat untuk mencintai produk dalam negeri, Buatan Indonesia, sungguh mendapatkan momentumnya.   Bukan karena kesulitan impor, tetapi terutama karena di masa pandemi, setiap warga negara dipanggil untuk menyelamatkan ekonomi anak bangsa.

Kecintaan Poltak pada gula aren memang tampak sebagai hal remeh.  Tapi kesetiaan dalam perkara kecil akan menghasilkan kesetiaan dalam perkara besar.  Jika ada sepuluh juta saja warga Indonesia yang cinta mati pada gula aren, maka itu sudah cukup untuk menggerakkan dan menumbuhkan industri gula aren rakyat di pedesaan kita.  

Hal serupa berlaku juga untuk produk-produk asli bikinan atau hasil kerja anak negeri lainnya.  Seperti kopi, tape, tapioka, keripik pisang, jalangkote, semar mendem, dan lain sebagainya.  

Kecintaan pada produk-produk ekonomi kerakyatan itu niscaya akan membantu kebangkitan ekonomi negeri ini di bawah deraan pandemi.

Poltak percaya pada kecintaan yang tampak remeh seperti itu.  Baginya, adalah lebih bermakna bagi negeri ini minum secangkir kopi dengan pemanis gula aren bikinan perajin kecil Cianjur, ketimbang membentuk KAMI yang entah untuk menyelamatkan Indonesia yang mana.

Layar perlahan bergerak menutup kembali. Nyanyian merdu itu kumandang lagi.

"Berdiri sejenak, di depan cermin, lihat wajah kita. Tanya diri, kita ini siapa, Putra Indonesia.  
Cintailah Tanah Air kita, Bangsa dan Bahasa kita.  Apa yang bisa kita banggakan, Buatan Indonesia
Aku cinta, Anda cinta, semua cinta Buatan Indonesia, oh.
Pilihanku, hanya satu, Buatan Indonesia."
(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun