Penganugerahan gelar Prof. HC itu bersifat formal. Â Harus melalui prosesi pengukuhan juga. Â Sang Profesor harus menyusun dan menyampaikan Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar Kehormatan (atau Profesor Riset Kehormatan). Â
Gelar Prof. HC ini sebenarnya "sia-sia". Tokoh penyandangnya bukan ilmuwan dosen atau periset yang bisa diharapkan mengembangkan saintek dan seni tertentu. Â Jika ada manfaatnya, maka itu adalah gengsi dan kebanggaan bagi penyandangnya, serta dukungan sosial, politik, dan ekonomi (pendanaan) bagi institusi penganugerahannya. Â
Memang ada seloroh bahwa Prof. HC itu adalah gelar yang "dibeli", dengan cara menyumbangkan sejumlah dana "honor" kepada universitas atau lembaga riset pemberi gelar. Â Karena itu disebut sebagai Profesor berkat bagi-bagi honor. Â
Tapi, sama seperti Profesor Guru dan Profesor Riset, Profesor HC itu resmi, legal, ada prosedur pengajuannya dan  dasar hukum pemberiannya dalam bentuk Surat Keputusan (yang ditandatangani Menteri Pendidikan untuk dosen, atau oleh Kepala LIPI untuk periset).
Legalitas itulah yang membedakan Profesor Guru dan Profesor Riset, juga Profesor HC, dengan Profesor "Humoris Causa". Â Kategori terakhir ini adalah "profesor liar" yang berbahaya karena mengandung potensi "penipuan" dengan "gelar palsu" atau "pencatutan gelar".
***
Gelar "Profesor Humoris Causa" itu pada awalnya dimaksudkan sebagai pernyataan kekaguman kepada seseorang yang dinilai mumpuni di bidang tertentu. Lalu secara berseloroh, atau sekadar humor, orang tersebut kemudian dipanggil dengan sebutan "Prof(esor)". Â
Cilakanya (bagi orang baik), atau untungnys (bagi orang jahat), masyarakat kita ini tergolong mudah percaya (terhasut) dan sungguh malas memeriksa kebenaran suatu fakta. Asalkan sudah mendapat jatah nasi bungkus dan uang transportasi Rp 50,000, maka semua yang dikatakan "penghasut" otomatis benar. Â
Begitulah, gelar Profesor "Humoris Causa" alias dagelan kaleng-kaleng itu kemudian bisa saja diterima publik sebagai kebenaran. Apalagi jika orang yang dipanggil Profesor itu adalah "tukang obat" rohani dan atau jasmani. Misalnya peramu obat herbal  penyembuh segala penyakit atau peramu ayat pembuka pintu surga.
Baru-baru ini misalnya, ada seseorang benama HP Â yang dipanggil "Profesor" menjajakan ramuan antibodi herbal yang diklaim manjur menaklukkan Covid-19 di lapak Youtube milik EAP alias A, Â seorang penyanyi domestik yang (lumayan) terkenal. Â Khalayak akan cenderung percaya pada keprofesoran HP karena yang menyiarkannya afalah A, seorang influencer yang cukup terpercaya. Â
Apalagi "Prof" HP mempromosikan antibodi herbal penakluk Covid-19, jenis obat yang paling dicari warga sedunia saat ini. Terlebih "Prof" ini bicara dengan nada suara dan gaya bicara yang sangat meyakinkan. Â Kendati sejumlah pernyataannya pantas dipertanyakan logika atau kebenarannya karena "sangat menggelikan" (bernilai humor).
Fakta bahwa nama "Prof" HP tidak muncul di laman SINTA Ristek ataupun Pangkalan Data Dikti, sudah cukup untuk membuka kebenaran bahwa HP bukan seorang dosen ataupun periset. Karena itu mustahil dia itu seorang Profesor sungguhan ataupun HC. Kemungkinan yang tersisa, HP itu masuk bilangan "Profesor Humoris Causa".