Bagi seorang penyimpang, status "Artikel Utama" itu adalah sebuah koinsidensi nilai atau kepentingan. Â Dia adalah suatu peristiwa khas kongruensi (perjumbuhan) nilai atau kepentingan antara Kompasiana dan Kompasianer.Â
Bukanlah penyimpang itu yang mengejar target "Artikel Utama" tetapi Kompasiana  (Admin K) sendirilah yang  "menemui" artikel itu karena bersesuaian dengan nilai atau kepentingannya.
Penyimpang itu senantiasa mengalami Kompasiana sebagai wahana komunikasi, bukan kompetisi. Itu sebabnya dia tidak pernah menarget prestasi "Artikel Utama".Â
Tujuan utamanya adalah pencapaian kesepahaman dengan khalayak pembaca, tentang suatu isu yang dibahas dalam artikelnya. Â Itulah inti komunikasi, jika meminjam perspektif Habermasian (J. Habermas).
Pilihan isu artikelnya tidak tunduk pada topik yang sedang tren di ruang publik. Juga tidak topik yang diusahakan jadi tren oleh Kompasiana. Â
Sesuai dengan nilai atau kepentingannya, seorang penyimpang selalu tampil dengan isu-isu yang khas. Kerap kali isu-isu itu tidak populer, bahkan tidak terpikirkan sebelumnya.
Penyimpang cenderung menawarkan kebaruan atau sekurangnya sesuatu yang baru. Â Entah itu isu atau cara pandang. Â Dia menolak repetitif karena repetisi baginya bermakna anti-kreasi, anti-inovasi dan tidak produktif.Â
Repetisi suatu isu populer, dalam bentuk hujan artikel, dengan cepat akan berujung pada kejenuhan. Orang segera  melupakannya, tanpa memetik satu pelajaran apapun.
Beda halnya dengan artikel yang mengusung isu baru dan unik. Â Artikel semacam itu cenderung mengundang diskusi antar penulis dan pembaca ataupun antar-pembaca sendiri.Â
Orientasinya untuk mencapai kesepahaman bersama atas satu soal. Â Walau di ujungnya kesepahaman tidak tercapai, sekurangnya orientasinya sudah ke sana.
Risiko bagi seorang Kompasianer penyimpang adalah jumlah kunjungan (unique views) yang kecil. Â Selain karena artikelnya tidak dipilih menjadi "Artikel Utama", walau masuk kategori "Artikel Pilihan", faktor pilihan isu yang tidak populer atau tren menjadi penyebabnya. Â