Tak perlu pula menghasut orang untuk menghajar politisi mumpungisme, seperti Gibran The Soloist itu, melalui pemenangan "kotak kosong". Itu namanya membodohi rakyat. Sejak kapan, sih, "kotak kosong" bisa menang atas "kotak berisi"? Â Yang benar itu "kotak tanpa nama". Â Pencipta istilah "kotak kosong" itu pasti tidak pernah lulus ujian Bahasa Indonesia. Â
Terhadap Gibran, pilihannya sederhana saja, terima atau tolak. Â Jika menerimanya maka berdoalah kepada Tuhan. Â Semoga Tuhan memberinya karunia hikmah kebijaksanaan, seperti dulu Raja Salomo muda. Jangan bilang doa ini lebay. Doa itu rujukannya menang Kitab Suci, bukan Undang-Undang Dasar atau KUHAP. Â
Kalau menolak Gibran, tak perlu pula unjuk rasa berjilid-jilid. Â Film animasi Doraemon sudah mengajarkan empat cara menolak seorang Soloist dadakan pada episode Giant yang maksa nyanyi. Menutup kuping seperti Nobita; pura-pura kagum seperti Suneo padahal perutnya mules; mengeluarkan alat penghilang suara dari kantong ajaib seperti Doraemon; pasang baling-baling bambu di ubun-ubun lalu terbang kabur.
Tak ada yang terlalu sulit di dunia yang diciptakan Tuhan bundar, bentuk paling sederhana. Maksud Tuhan, barangkali lho, otak manusia yang bundar itu janganlah dibikin jadi persegi tak beraturan. Â Ntar, loe pusing ndiri.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H