Kebijakan pelanjutan moda pendidikan jarak jauh (PJJ) atau kuliah online, dari parsial sampai total 100 persen, oleh Perguruan Tinggi sangat menggembirakan sekaligus menggelisahkan.
Menggembirakan karena moda kuliah online, dengan mengandalkan berkah "Internet of Things" (IoT), memberi kenyamanan kepada mahasiswa untuk kuliah bahkan di tempat tidurnya. Bayangkan, bermodalkan gadged yang canggih, seseorang bisa menjadi sarjana sambil tiduran.
Tapi saya tak hendak membahas kegembiraan yang mungkin ditawarkan moda kuliah online itu. Hal-hal positif semacam itu dinikmati saja tanpa protes.
Saya lebih tertarik membicarakan sisi negatifnya. Salah satunya ancaman terhadap kelangsungan jenis-jenis bisnis tertentu yang mengandalkan mahasiswa sebagai konsumennya. Ini soal yang bikin gelisah para pebisnis.
Jenis-jenis bisnis yang kemungkinan ambruk jika kuliah online diterapkan adalah kegiatan ekonomi kerakyatan yang hidup di lingkar kampus.
Berikut adalah beberapa jenis bisnis selingkaran kampus yang diperkirakan bakal ambruk.
Kos-kosan Mahasiswa.
Dengan penerapan moda kuliah online, mahasiswa tidak perlu lagi dikumpulkan di kampus. Mereka bisa tetap tinggal di rumah masing-masing. Ekstrimnya, mereka bisa mengikuti kuliah dari tempat tidur. Atau mungkin dari warung kopi sebelah rumah, agar lebih santai.
Dari seorang rekan di WAG, saya mendapat informasi bahwa kemungkinan banyak mahasiswa Indonesia akan pulang kampung dari Amerika jika moda kuliah online diterapkan penuh di sana.
Artinya mereka akan kuliah di universitas Amerika sambil duduk-duduk di kedai kopi, misalnya, di Blok M Jakarta.
Saya kira dengan penerapan kuliah online, cepat atau lambat, hal serupa juga akan terjadi di Indonesia. Para mahasiswa akan pulang kampung dan mengikuti kuliah dari desa masing-masing.
Tentu dengan asumsinya jaringan internet sudah bisa menjangkau lubang cacing di tepian terluar nusantara ini.